Cerita Budak Manyor

Tersebutlah suatu negara, bernama Kuta Haralang, berkuasa Sang Narpati Raden Patih Gajah Malang, dibantu seorang patih bernama Raden Patih Badak Pamalang. Sang raja mempunyai seorang adik bernama Agan Aci Haralang.

Konon kabar Agan Aci sedang sakit, tidak mau makan dan minum, Agan Aci bisa sembuh jika makan 27 ekor lutung ; 25 ekor monyet ; dan jaralang 60 ekor. Perburuan pun dilakukan kepelosok negeri, dikerahkan Batara Lengser, namun tak seekor buruanpun yang bisa didapatkan, bahkan tak seekor burungpun yang kelihatan. Sang raja teringat Aki dan Nini Panyumpit, yang tinggal di Babakan Nenggang Pakuan, ia perintahkan Batara Lengser untuk segera menjemput.

Tibalah Aki dan Nini Panyumpit dihadapan Raden patih Gajah Malang, cong nyembah sambil bertadzim, menunggu perintah raja. “pun, jungjunan abdi, aya naon kami dipanggil ?”. Raja pun bercerita, tentang sakitnya Agan Aci, dan perlunya 27 ekor lutung, 25 ekor monyet dan 60 ekor jaralang. Sang Raja pun bersabda : “jika tak bisa mendapatkan hewan itu, maka Aki dan Nini Panyumpit dijatuhi hukuman mati”. Setelah berpamitan, berangkatlah Aki dan Nini Panyumpit kehutan, mencari hewan buruan.

Dari hari kehari mereka berburu, tak seekor hewan ditemukan, bahkan tak nampak sejumputpun kotorannya, tinggalah keduanya berputus asa, merenungi nasib yang tumiba. Aki dan Nini Panyumpit mengeluh, meminta bantuan Dewata. Tunda !!!!

-o0o-

Tunda Aki dan Nini Panyumpit yang sedang bingung, kita melongok ke kahiyangan. Konon di Kahiyangan, Ratu Agung Sunan Ambu Pamuhunan telah berputra 80 orang, namun Sunan Ambu pun menciptakan sepasang anak laki-laki perempuan dari kembang jaksi, pepohonan semacam pandan. Dari tangkai jaksi pun diciptakan seorang putra yang diberi nama Budak Manyor, karena tulang dadanya menonjol satu depa, dan wajahnya jelek sekali. Dari gulungan pandan, diciptakan anak perempuan, diberi nama si Genjru, karena keningnya nonjol sedepa dan mukanya jelek sekali. Sunan Ambu memerintahkan kedua anak itu untuk turun kebumi, ke Buana Panca Tengah.
Kata Sunan Ambu :

Ayeuna ujang jeung nyai teh
Baris pisah jeung ibu
Ti alam rakhmat ti alam nikmat
Ti pangeran Gusti Allah
Anu kagungan bumi langit katut eusina
Ujang jeung nyai teh kudu ngumbara
Kakolong langit ka alam dunya
Buana Panca Tengah
Nya Turun.

Budak Manyor dan Si Genjru ngalayang mapag mega malang, melayang diatas Cirebon, Bonang, Tulang Bawang dan lanjut diatas Mekah, cunduk diatas Babakan Nenggang Pakuan, tepat diatas rumah Aki dan Nini Panyumpit. Si Genjru turun terlebih dahulu, pintu didirong dengan nongnongnya. “Sampurasun, Aki, Nini”. Demikian sapa Si genjru. “Rampes, siapa diluar”. Jabaw pribumi. “Kami, Tatamu jauh, baraya anggang, tali bilik paseuk lincer, geura aku”. Jawab Si Genjru. Nini Panyumpit menghampiri, namun terkejut melihat keduanya. Dikira jurig nyiliwuri, setan marakayangan. Budak Manyor dan Si Genjru menjelaskan jati dirinya. Dan diterima layaknya tamu. Mereka dibuatkan saung di pematang huma. Konon selama tinggal di Babakan Nenggang, keduanya hanya makan cabe merah dan bawang merah.

Aki dan Nini Panyumpit teringat akan tugasnya, mencari lutung, monyet dan jaralang. Suatu hari mereka menghampiri Budak Manyor dan Si Genjru, meminta bantuannya. Juru Pantun menyanyikan permintaan itu.

Eh, ujang nyai aki teh saenyana,
Anu nuju bingung teu ngalagu,
Susah teu ngalumpah,
Kudu caos ka nu jadi pangagung,
Lutung tujuh likur,
Monyet salawe
Jaralang sawidak,
Ari Aki saban poe saban sore,
Aprak-aprakan bae nyaksrak leuweung,
Tapi henteu mendak,
Bujeng-bujeng lutung tujuh likur
Monyet salawe jaralang sawidak,
Cek paripaos tea mah teu manggih tai-taina acan.

Keluhan itu menyayat hati, menyentuh wates angen mereka. Budak Manyor dan Si Genjru menyanggupi, namun meminta syaratnya, diupahkan satu lutung, satu monyet dan satu jaralang. Tanpa pikir panjang, Aki dan Nini menyanggupi.

Mereka berjalan ketengah hutan. Mencari tempat pohon kiara, tangulun dan bungbulang. Budak Manyor dan Si Genjru memohon pada Sunan Ambu agar permintaan Nini dan Aki dikabulkan. Disuruhnya Aki dan Nini Panyumpit memejamkan mata. Sakedet netra jleg berubahlah suasana. Disuruhnya mereka membuka mata, nampak dipohon tangalun bergelantungan 27 ekor lutung, di pohon bungbulang 25 ekor monyet ; dan dipohon kiara bergelantungan 60 ekor jaralang. Aki Panyumpit menyumpit satu persatu dahan ketiga pohon, dahan pun rontok, buruannya berjatuhan ketanah, dimasukannya ke dalam koja si dengdek poek. Aki Panyumpit membawanya ke istana. Tunda !!!!!

-o0o-

Sebelum Aki dan Nini berangkat, Budak Manyor memperingatkan janji keduanya, untuk memberikan satu ekor lutung, monyet dan jaralang. Aki Panyumpit tak juga mau berikan, keduanya ingat ancaman raja, jika tak terpenuhi akan dihukum mati. Aki dan Nini ngingkig tak larak lirik, namun diikuti Budak Manyor dan Si Genjru secara diam-diam. Budak Manyor dan Si Genjru ditengah perjalanan mengambil satu ekor lutung, monyet dan jaralang. Hal ini tak diketahui Aki dan Nini. Malahan mereka yakin, buruannya masih lengkap di koja.

Sesampai dihadapan raja, Batara Lengser menghitung kiriman Aki, namun semuanya kurang satu. Si Aki merasa yakin, binatangnya sudah lengkap, ia pun kebingungan. Setelah diselidiki, Sang Raja menemukan, kurangnya hewan piaraan, karena diambil Budak Manyor dan Si Genjru. Raja meminta keduanya mengembalikan binatang itu, namun keduanya keukeuh tidak mau mengembalikan, karena memang binatang yang diambil miliknya yang syah. Betapa marah Sang Raja, Budak Manyor dan Si Genjru dijatuhi hukuman. Si Genjru diperintahkan menumbuk padi sambil kakinya dirantai, sedangkan Budak Manyor diperintahkan membersihkan taman istana. Lantas ki Lengser mengantarkan kegudang perabot, mengambil paring, parang, congkrang, golok dan arit.

Genjru diperintahkan menumbuk padi di leuit. Karena keluguannya ia tak tahu apa yang harus didapat dari menumbuk pada. Tak terasa hari pun terus berganti, minggu berganti minggu, Si Genjru menumbuk pada tak kenal lelah, hingga kulit tumbukan menumpuk dan menguburnya.

Sekarang di Budak Manyor ditaman istana, mulail ia bersihkan taman. Budak Manyor yang lugu, membabad semua tumbuhan, termasuk pohon pohon taman. Ia pun membakar pohon tebasannya, hingga asap memenuhi istana. Sang Raja memanggil Lengser, adakah pembangkangan Budak Manyor. Namun Lengserpun menjelaskan, : “perintah tuanku lah yang salah. Budak Manyor tak bisa disalahkan. Seharusnya tuan perintahkan membabat rumput, bukan membersihan taman”. Sang Raja menerima kesalahannya.

Budak Manyor diberi tambah hukuman, disuruh ‘nyapuan’ gedong kosong. Budak Manyor menyanggupi. Budak Manyor mulai kerja, ia penuhi istana dengan sapu, hingga sesak didalamnya. Raja memanggil Lengser kembali, seraja marah yang tak keruan, “kenapa gedong dipenuhi sapu ?”. Lengser menjawab ringan, “tuan ku salah perintah. Seharusnya menyapu sampah di gedong kosong, bukan nyapuan (mengisi dengan sapu) gedong kosong”. Sang Raja menerima kesalahannya.

Budak Manyor diperintah kembali, supaya “ngaritan kuda”. Budak Manyor mentaati, iapun pergi kekandang kuda. Dibabatnya kuda-kuda yang ada, hingga butung kepalanya, kakinya, dan angota badan lainnya. Alangkah marahnya Raja, melihat hewan piaraannya tidak bersisa. Lengser pun menjelaskan, : Tuanku salah perintah, seharusnya ngaritan rumput untuk kuda, bukan ngaritan kuda”. Raja pun reda marahnya.

Budak Manyor diperintahkan kembali, mengangon ternak-ternak piaraan. Budak Manyor teu leleda, diajaknya hewan-hewan bermain dan bergurau, akibatnya banyak tanaman petani menjadi rusak, dimakan hewan Budak Manyor. Kali ini kemarahan raja tak kunjung reda. Diperintahnya 40 Hulu Balang untuk mengubur Budak Manyor hidup-hidup. Tunda !!!

-o0o-

Alkisah dimasa yang sama, berdiri lima negara, yakni Kuta Tandingan ; Kuta Salaka ; Kuta Pandak ; Kuta Kadu Pandak ; dan Kuta Dayeuh Manggung Pasanggrahan Wetan. Kuta Tandingan diperintah seorang raja, bernama Raden Patih Dipati Layung Kumendang. Mempunyai adik perempuan yang jelita, bernama Agan Sumur Agung. Kecantikan sang putri tersiar ke negri-negri, kawentar ka nagara-nagara, hingga raja Kuta Salaka, yaitu Patih Heulang Sangara jatuh cinta, berkehendak melamarnya. Sang Raja Kuta Salaka pun mempunyai adik yang cantik pula, bernama Agan Raksa Kembang. Pada suatu hari ia sampaikan kepada adiknya, tentang maksud melamar putri Kuta Tandingan. Tentunya sang adik pun menyetujui, karena sang raja memang belum beristri.

Kakocapkeun berangkatlah sang Raja Kuta Salaka ke negeri Kuta Tandingan. Seja melamar sang putri, yang jadi idaman hati. Setiba di Kuta Tandingan, dikemukakan tujuannya dan diterima sang putri, namun sang putri memberi syarat, agar sang raja Kuta Salaka terlebih dahulu bertapa selama tujuh tahun. Tawaran Agan Sumur Agung ditolak Heulang Sangara, ia pun kembali ke Kuta Salaka. Setiba di Kuta Salaka ia menyatakan kepada Agan Raksa Kembang, kecantikan Agan Sumur Agung tak seperti diceritakan banyak orang, maka ia membatalkan lamarannya.

Di Kuta Pandak, Sang Raja Patih Geger Malela, memiliki adik cantik, bernama Agan Sekar Malela. Sang Raja belum beristri, dan terpaut hati terhadap Agan Sumurn Agung. Raja Kuta Pandak berangkat hendak melamar Sumur Agung. Sang Putri menerima dengan syarat, raja harus bertapa tujuh tahun, dibawah pohon Kiara Dopang Malang. Namun Geger Malela menolak, dan kembali ke Kuta Pandak. Di Kuta pandak ia menyatakan kepada adiknya, Sumur Agung memang cantik, tapi kelakuannya menyebalkan, jika ada negara lain yang diterima lamarannya, maka akan diserang Kuta Pandak.

Negara Kuta Kadu Pandak sama halnya dengan negara sebelumnya. Disana berkusa Raja Patih Kidang Lumayung, mempunyai seorang adik, bernama Agan Candrawati. Sang Raja menaruh hati kepada Agan Sumur Agung, berkehendak memarnya. Candrawati menyetujui dan sang Raja berangkat ke Kuta Tandingan. Setiba di Kuta Tandingan, Kidang Lumayung menerima syarat yang sama, terlebih dahulu harus bertapa dibawah pohon Jingkak Kiara Dopang Malang. Kidung Lumayung menolak syaratnya dan kembali ke Kuta Kadu pandak. Di Kuta Kadu Pandak dinyatakannya kepada adiknya, Agan Sumur Agung menolak lamarannya, namun jika ada raja yang diterima lamarannya, maka Kuta Tandingan akan diserangnya.

Raja Keempat dari negara Dayeuh Manggung Pasanggrahan Wetan, bertahta Raden Patih Gajah Ngambung, permaisurinya Ratu Sungging Gilang. Raja memiliki seorang putra, bernama Kuda Pamekas. Sang Raja berkehendak menjodohkan Kuda Pamekas, maka berangkatlah sang raja muda ke Kuta Tandingan. Dikemukakanlah kehendaknya kepadaa Sumur Agung tentang maksudnya, dan diberikan s Sumur Agung tentang maksudnya, dan diberikan syarat untuk bertapa, selama tujuh tahun, syarat untuk bertapa, selama tujuh tahun, dibawah pohon Dopang Kiara. Tanpa d Tanpa diduga, Kuda Pamekas menerima persyaratan itu, maka diterimalah lamarannya. Tunda !!!!!

-o0o-

Kala itu di negeri Pajajaran, diperintah Pagungeran Banyak Wide Ciung Manara Aria Bangga Sunten Prabu Ratu Galuh. Putra raja yang kedua bernama Ratu Sungging Gilang Mantri Seksenggeh Ranggalawe Aria Mangkunagara. Putra raja ini mendengar kecantikan Agan Sumur Agung, dan jatuh cinta. Namun sang raja tidak menyetujuinya.

Ulang ngagalang anu ti heula
Kitu pang ama teu ngidinan.
Atuh putra teu ngawangsul deui
Pengersa kangjeng rama.
Lamun maksa mirusa,
Geuning teu ngaganggu ka ama
Bisi engke ujang nemahan bahaya
Ai ngalanggar carita kolot teh kumaha
Henteu hade kabina bina, ujang.

Ratu Sungging tak bisa makan, sumawonten tidur, terus teringat Nyi Sumur Agung. Pada suatu malam ia keluar istana, menuju sungai terdekat. Konon cerita ia membuat perahu, dan berlayarlah ia kelaut, karena cape mengayuh ia pinsan dan hanyut ketengah laut.

Di Kahyangan Sunan Ambu menyaksikan perjalanan Ratu Sungging, ia memerintahkan Budak Manyor, yang berkubur di bumi Kuta Halarang, untuk mengabdi kepada Ratu Sungging. Dari tempat kuburnya, Budak Manyor Langsung nurus bumi, hingga sampai ditengah laut, tempat Ratu Sungging pingsan. Budak Manyor membangunkan Ratu Sungging dengan air kehidupan. Ratu Sungging tersadar dan terkaget, dipikirnya sudah ada di alam lain, berhadapan dengan Jurig. Budak Manyor menjelaskan jati diri dan tugasnya, diperintahkan Sunan Ambu untuk mengabdikan dirinya. Betapa gembira Ratu Sungging mendengar berita ini, diceritakannya keinginan Ratu Sungging untuk memperistri Agan Sumur Agung. Tak banyak tanya, berangkatlah Budak Manyor ke Kuta Tandingan.

Di Kuta Tandingan Nyi Mas Sumur Agung hendak mandi di Jamban Larangan. Kesempatan yang baik buat Budak Manyor menculik Budak Manyor menculik sang putri. Di gendongnya sang putri dengan segera. Sang Putri meronta-ronta meminta tolong, tapi tak ada seorang pun yang mendengar. Hingga tibalah Budak Manyor ditengah hutan. Dikejauhan Ratu Sungging nampak menunggu. Ia pun memanggil Budak Manyor kedekatnya. Sang Putri mengira itulah penolongnya, ia pun meminta bantuannya. Ratu Sungging menjawabnya, : “adinda engkau akan kutolong”. Sumur Agung mengucapkan terima kasih, ia pun merasa telah ditolong.

-o0o-

Hilangnya Agan Sumur Agung membuat geger Kuta Tandingan. Dibuatlah sayembara kesegenap penjuru negeri. Raja bewara : “Siapa yang bisa menemukan Agan Sumur Agung, maka ia akan dinikahkan dan berhak mejadi suaminya”.

Pengumuman itu membuat gempar lelaki lajang. Orang tua banyak ikut mencari dan berharap bisa jadi menantunya. Para hidung belang berharap bisa menambah istri, bahkan bayak para raja yang mengikuti sayembara ini. Namun Ratu Sungging hanya tersenyum gembira, karena putri sudah ada ditangannya. Singkat cerita, datanglah Ratu Sungging membawa Agan Sumur Agung ke Kuta Tandingan. Ratu Sungging berhak memperistri Sumur Agung.

Banyak kisah yang menggambarkan pernikahan ini, terutama suasana dan kemeriahnnya. Ki Juru Pantun bertutur tentang akad nikahnya, :

Eh sarat kaum
Manawi dumeuheus ka nu jadi salira taya
Pengnikahan dulur kaula
Agan Sumur Agung
Ka Ratu Sungging Gilang mantri
Suka cenah
Atuh tina kituna dirapalan ku sarat kaum
Barang geus dirapalan
Bayar paksina
Kalawan mas kawin kontan
Saksina sarat kaum
Lobana saratus duapuluh lima pasmat
Beres patikahanana mangkat marulang
Nu geulis jeung nu kasep tea.

Kemeriahan dan kegembiraan pesta pernikahan di Kuta Tandingan tidak sama dengan kegelisahan hati para raja yang berkehendak memperistri Agan Sumur Agung. Pertama terdengar di Kuta Salaka. Heulang Sangara sebelumnya telah bersumpah, jika Agan Sumur Agung diperistri raja lain, maka ia akan menyerang Kuta Tandingan. Heulang Sangara segera menyerang Kuta Tandingan dan membunuh Ratu Sungging. Namun dihadang raja Kuta Tandingan, bahkan dikalahkan Layunan Kumendung. Akhirnya Heulang Sangara menyerah kalah, dan menyerahkan Raksi Kumbang, adiknya yang cantik untuk diperistri Ratu Sungging.

Keramaian terdengar pula oleh raja Kuta Pandak, Geger Malela. Ia melaksanakan sumpahnya untuk menyerang Kuta Tandingan jika Agan Sumur Agung diperistri orang lain. Budak Manyor segera menghadang Geger Malela. Hanya beberapa jurus Geger Malela menyerah kalah. Geger Malela berjanji mengabdikan diri kepada ratu Sungging, sekaligus menyerahkan Agan Sekar Malela kepada Ratu Sungging.

Raja lainnya yang menyerang adalah Kidang Kumayung, raja negara Kadu Pandak. Kidang Lumayung melaksanakan sumpahnya untuk menyerang Kuta Tandingan, namun ia pun dikalahkan Budak Manyor. Kidang Lumayung menyerah kalah dan berjanji mengabdi kepada Ratu Sungging di Kuta Tandingan. Adik sang raja yang cantik, yakni Agan Candrawati diserahkan kepada Ratu Sungging untuk diperistrinya.

Raja yang terakhir menyerang Kuta Tandingan adalah Gajah Ngambung dan istrinya Giwang Rarang dari negara Dayeuh Manggung. Mereka amat murka karena keinginan untuk menjodohkan Kuda pamekas, putranya tidak berhasil. Gajah Manggung memanggil Lengser untuk membatalkan tapa putranya, tidak adanya Kuda Pamekas bertapa karena Sumur Agung sudah diperistri Ratu Sungging. Kuda Pamekas meminta ijin ayahanda untuk menyerang Kuta Tandingan, peperangan terjadi dengan serunya. Kuda Pamekas dihadang Budak Manyor, akhirnya terbunuh. Mendengar putra mahkota terbunuh, Gajah Ngambung menyerang Kuta Tandingan, namun ia pun mati terbunuh. Tinggalah permaisurinya Giwang Rarang. Kemudian ia meminta Budak Manyor untuk menghidupkan kembali kedua orang yang disayanginya, setelah dihidupkan merekapun berjanji untuk mengabdi kepada Ratu Sungging di Kuta Tandingan. Tunda !!!!

-o0o-

Budak Manyor menuntaskan pengabdiannya, tinggalah kini mengurus persoalannya sendiri, seperti buruknya rupa tak seperti manusia. Budak Manyor berpamitan untuk pergi ke Kuta Haralang. Disana masih ada Si Genjru, adiknya yang masih dihukum raja. Setelah berpamitan kepada Ratu Sungging maka pergilah ke Kuta Haralang.

Setibanya di Kuta Haralang Budak Manyor pun berpikir, : “bagaimana caranya agar ia dengan mudah membebaskan Si Genjru ?”. akhirnya ia pun menyirep seluruh isi negara. Budak Manyor merapalkan aji sirepnya :

Sang Kamarasa
Sang Kamamingkem
Kembungken Bumi Sajagad
Kahemangan Bumi tulis
Net meneng, net meneng, net meneng
Turu sagat kabeh

Sedemikian manjurnya aji sirep Budak Manyor. Tak seorang pun terbangun, bahkan tak seekor anjing penunggupun yang mampu membuka matanya. Budak Manyor leluasa memasuki Kuta Haralang, ia langsung menuju lisung tempat Si Genjru di hukum. Betapa trenyuh melihat nasib Si Genjru, dihancurkannya Saung Lisung, dan ditendangnya lisungnya, hingga terbang dan menjadi Gunung Lisung, halunya ditendang hingga menjadi Gunung Halu, sedangkan nyirunya menjadi daerah Sukanyiru.

Setelah puas mengobrak abrik Kuta Haralang, Budak Manyor dan Si Genjru terbang melesat menuju kahyangan, seja seba ka Sunan Ambu, neda diruwat agar jadi manusia. Konon didekat matahari, mereka dicegat Batara Surya, ditanya dan diteliti, : “siapakah wahai engkau makhluk ?”. Budak Manyor menjawab, :”eyang lebih tahu siapa kami berdua”. Batara Surya tak juga mau melepaskan mereka, kecuali keduanya mampu menjawab teka-tekinya, : tah ieu manuk naon paksi naon - Layang emas jangjang salaka - Hulu Pancawarna ? (Ini burung apa, bersayap emas, berkepala lima warna ?).

Budak Manyor menjawab : “Ini bukan burung, tapi ratu ayam. Bunyinya : kurlah ! kurlah !. Itu pertanda waktu untuk manusia melakukan ibadah”. Batara Surya setuju jawaban keduanya, ditunjukan pintu Kahyangan, dan diberikan mantera, agar penjaga pintu surga dijaga Nini dan Aki Pangancingan memberikan ijin masuk. Mantera itu demikian :

“Antamaya Antasari –
Sang Kamarasa Sang kamarupa –
bocah kembar Kinayungan”

Setelah berpamitan mereka terbang menuju langit kesatu, kedua, sampai ketujuh. Dipintu surga dihadang Aki dan Nini Pangancingan, namun mereka membacakan mantera, terbukalah pintu surga. Budak Manyor dan Si Genjru tibalah di alam padang poe panjang, bertemu Sunan Ambu, sang Dewa Kamanusiaan. Sunan Ambu sangat memahami maksud anak ciptaannya, ia pun bertutur :

Bener, ujang nyai teh
Patut terus ratu rembesing kusumah
Tapi patut teu umum jeung batur
Rupa teu mupakat jeung nu loba

Sunan Ambu setelah bertutur, : “ betul kalian, wajah terus turunan kesumah, tapi wajah kalian tak sama dengan yang lain”. Sunan Ambu mengumpulkan penghuni sawarga padang yang isinya 40, berisi Sangjiang Manikmaya Giwang Pramesti Dewa Batara Guru beserta para pengikutnya, seperti Batara Bakucit, Batara Baraham, Batara Jaya, Baratar Bayu, Batara Wisnu, Sanghiyang Wenang, dan Panji Narada ; penghuni sawarga Pirdos, Bental Mukedas yang birisi 42 malaikat. Konon Ki Juru Pantun berkehendak mengabungkan kosmologi Sunda dengan ageman baru, seperti disebutnya Manikmaya (lama) dengan malaikat (baru).

Setelah berkumbul maka disediakanlah dua kuali besar ukuran tujuh depa untuk menggodok logam timah. Budak Manyor dan Si Genjru dimasukannya kepenggodokan sebelas jenis logam, yakni : penggodokan timah, kemudian dipindahkan kepenggodokan Rajasa, tembaga kuningan, perunggu besi, baja, perak suasa, emas dan terakhir penggodokan Intan. Keduanya lengkaplah memiliki kekuatan logam semesta. Sebelas jenis logam bisa disimpulkan hanya ada lima jenis. Lima menandakan adanya Mandala.

Mandala Sunda tergambarkan : 

  • Timah dan besi berwarna hitam, terletak di utara ; perak, baja dan rajasa tentunya berwarna putih letaknya sebelah timur ; perunggu, suasa, dan tembaga rupanya berwarna merah, terletak di arah selatan ; sedangkan emas dan kuningan berwarna kuning, letaknya diselatan. Tinggalah satu pancernya, yakni Intan yang berwarna putih dan bersih, memantulkan berbagai warna yang dikenal manusia. Intan dianggap kosong warnanya, tetapi memancarkan semua warna, letaknya ditengah tengah. Inilah lambang harmoni hidup. Dari berbagai pertentangan warna yang ada hingga yang kosong warna, Kosong dan isi sekaligus. Kosong cangkang sedang isi eusina, keduanya harus seimbang.

Setelah selesai digodok dan ditempat sebelas logam, empat puluh bidadari mengawihkan sifat dua puluh ; sifat yang empat ; salbiah ; napsiah ; ma’ani, dan ma’nawiah, maka jleg Budak Manyor menjadi seorang lelaki tampan dan Si Genjru menjadi perempuan Jelita. Budak manyor harus berganti nama, agar sieup dengan rupanya, demikian pula Si Genjru. Budak Mayor bernama Sutra Kalang Panggung Aria Mangkunegara, sedangkan Si Genjru menjadi Nyi Mas Aci Wangi Mayang Sunda Purba Ratna Kembang.

Selesai diruwat di Kahyangan mereka turun ke bumi, menuju Kuta Haralang. Kala itu masih tersirep dan tertidur lelap. Dirampoknya segala harta perhiasan kerajaan dan diculiknya Agan Aci Haralang. Kemudian diboyong ke Kuta Tandingan, diserahkan kepada Ratu Sungging.

Sebelum pergi, Budak Manyor menyimpan pesan dikening raja. Isinya berupa ajakan untuk perang tanding kepada Gajah Malang dan patihnya Badak Malang. Merekapun menunjukan kemana raja harus mencari. Hingga pada suatu hari peran tak terelakan, namun dengan mudah Gajah Malang dibunuhnya.

Di Kuta Tandingan Ratu Sungging terkejut melihat dua pasangan. Budak Manyor menjelaskan, mereka adalah abdinya, yang telah diruwat (dilokat). Budak Manyor menyerah Si Genjru yang telah berubah wujud menjadi putri yang cantik atau Aci Wangi Mayang, maksudnya untuk melengkapi istri Ratu Sungging menjadi empat. Budak Manyor yang berubah menjadi Sutra Kalang Panggung akhirnya menikahi Agan Aci Haralang, ia pun menghidupkan kembali Gajah Malangk Pamalang, diperintahkan mengabdi kepada Ratu Sungging.
-o0o-

Tidak ada komentar