Carita Seuweu Balangantrang
Dalam
catatan sejarah, Ciung Wanara dikenal dengan nama Manarah, putra
Permana Dikusuma – seorang raja “yang minandita” dari Pohaci Naganingrum,
putri Balangantrang.
Permana
Dikusuma lebih dikenal karena sikapnya yang minandita. Permana
Dikusumah lebih senang bertapa ketimbang mengurus tahtanya. Dari
sifatnya yang alim, Permana Dikusumah diberi nama Bagawan Sijalajala
atau Ki Ajar Resi. Dengan demikian Manarah adalah cucu dari Bimaraksa.
Tentang
Permana Dikusuma, biasanya cerita lisan sering “pacaruk” dengan cerita
Mundiinglaya Dikusuma (Surawisesa), mungkin cerita ini terbaur karena
memliki nama yang sama, yakni Dikusumah, agak sulit dibedakan. Sehingga
epos Sunda (Sundapura) dengan Galuh menjadi cair.
Permana
Dikusumah sebenarnya bukan keturunan Mandiminyak yang mendapat amanah
menggantikan Wretikandayun, ayahnya. Ia anak Patih Wijaya Kusuma, putra
Prbasora. Memang sepintas menjadi aneh dan menimbulkan pertanyaan
serius bagi para akhli sejarah : ”kenapa Sanjaya memilih Permana
Dikusuma sebagai pemegang pemerintahan di Galuh dan Sanjaya malah
tinggal di ibukota Sunda Sembawa?.
Para
akhli sejarah mencari jawaban ini dari Carita Parhyangan. Konon kabar
setelah mengalahkan Purbasora, kemudian ia mengutus patih menemui
Sempakwaja. Ia meminta agar Demuwan (adik Purbasora dan anak Sempakwaja)
direstui untuk memegang pemerintahan di Galuh.
Karena
Sanjaya tidak memiliki ambisi untuk tinggal di Galuh, Ia berkeinginan
untuk menyudahi perang saudara. Sanjaya pun meminta restu ini karena
menghormati orang-orang tua di Galuh sesuai dengan pesan Sena (ayah
Sanjaya).
Sempakwaja
patut mencurigai permintaan ini dan berpikir : permintaan ini hanya
akan menjebak Demunawan untuk kemudian dibinasakan. Ia pun tidak rela
anaknya menjadi bawahan sundapura pembunuh Purbasora. Sedang ia pun
masih teringat perjuangan Wretikandayun, ayahnya ketika membebaskan
Galuh dari Sundapura. Iapun tidak lantas menolak permintaan itu dan ia
pun tidak lekas mengabulkan permintaan restu untuk mengakui Sanjaya
sebagai penguasa Galuh. Namun Sempakwaja saja, bahwa : Sanjaya adalah
pewaris sah kerajaan Galuh.
Untuk
menjawab semua permintaan Sanjaya, Sempakwaja memberikan syarat dan
tantangan : jika Sanjaya ingin direstui sebagai penguasa Galuh, maka
Sanjaya harus membuktikan keunggulannya dengan cara menaklukan raja-raja
di jawa tengah dan disekitar Galuh. Karena galuh bukan kerajaan kecil.
Galuh harus dipimpin orang yang kuat. Syarat itupun sebenarnya ada
maksudnya. Sempakwaja berniat menghadapkan Senjaya dengan jago
andalannya, Pandawa, Wulan dan Tumanggul, masing-masing raja Kuningan,
kajaron dan Kalanggara.
Sempakwaja
juga meminta janji Sanjaya, jika Sanjaya dapat menaklukan tiga
serangkai tersebut, maka Sempakwaja akan mengikuti apa yang dimintakan
Sanjaya, namun jika sebaliknya maka Sanjaya harus mengikuti kemauan
Sempakwaja. Kisah ini diceritakan didalam Carita Parhyangan, sebagai
berikut :
Barang nepi ka hareupeun Dangiang Guru,
carek Dangiang Guru:
Ceuk Rahiang Sanjaya! Lamun kaereh ku sia Sang Wulan,
Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan,
aing bakal nurut kana sagala ucapan sia.
Turut kana ucapan aing.
Da aing wenang ngelehkeun,
hanteu kasoran. Da aing anak dewata."
Sebagai
orang yang mentaati orang tua dan leber elmu jeung wawanena, tantangan
ini pun disambut gembira oleh Sanjaya, Sanjaya pun menyiapkan
pasukannya. Kisah peperangan ini diabadikan didalam Naskah Wangsakerta
(Naskah Kretabumi), isinya mengabarkan : Ketika belum menjadi raja Galuh
Sanjaya dikalahkan oleh Pandawa raja Kuningan. Kelak setelah menguasai
jawa kulwan (Sunda-Galuh) dan Medang (jawa madha) dengan pasukan yang
besar, Sanjaya dapat terus memenangkan peperangan.
Kekalahan
Sanjaya oleh tiga serangkai tersebut mengakibatkan ia harus memenuhi
janjinya untuk tunduk pada keinginan Sempakwaja. Kemudian Sempakwaja
menunjuk Permana Dikusumah untuk memegang pemerintahan di Galuh, dan
Sanjaya pun menyetujuinya.
Ending
yang sama namun disajikan dengan alasan yang berbeda, dikemukakan dalam
Naskah Wangsakerta, isinya mengabarkan : Sanjaya menjadi Raja Galuh
Pakuan (sunda dan galuh) tetapi kerabatnya, yakni Sempakwaja dan Demuwan
merasa tidak senang melihat Sanjaya menjadi penguasa sekitar Galuh,
terutama melihat Galuh berada dibawah Kerajaan Sunda.
Karena
itu ia tinggal di ibukota sunda. Oleh karenanya Galuh dikuasakan kepada
Prabu Permana Dikusumah sebagai raja bawahan sunda. Untuk mengontrol
kekuasaan Permana dikusumah, Sanjaya melantik Tamperan atau Barmawijaya,
putranya dari sunda sebagai patih duta Sunda. Tamperan juga diberi
kekuasaan untuk memimpin Garnisun sunda yang ditempatkan di Purasaba
Galuh.
Peristiwa Dewi Pangrenyep
Telah
diuraikan diatas, Permana Dikusumah sangat terkenal dengan
kepanditaannya, iapun pernah menjadi raja dibawah kekuasaan Mandiminyak.
Bahkan julukan resi ia terima sejak masih muda.
Permana
Dikusumah juga menantu Bimaraksa. Dari Naganingrum kemudian ia dikaruni
anak yang diberi nama Surotama atau Manarah. Ada juga petutur yang
memberinya nama Ciung Manarah, sedangkan dalam tradisi lisan (pantun),
Manarah dikenall dengan sebutan Ciung Wanara. Ia sangat disayang,
kakeknya, Bimaraksa. Dari Manarah terkumpul darah keturunan
Wretikandayun tulen, yakni Sempakwaja dan Jantaka.
Pada
periode kepemimpinan di Galuh, Permana Dikusumah di jodohkan dengan
Dewi Pangrenyep, putri Anggada, patih Sundapura. Umurnya jauh lebih muda
dari Permana Dikusumah.
Konon
kabar karena beda umur ini dan hobinya Permana Dikusumah menyebabkan
Pangrenyep menjadi kesepian. Dalam cerita lain, seringnya Permana
Dikusumah pergi bertapa disebabkan keengganannya mengabdi kepada
Sanjaya, pembunuh kakeknya. Namun semua itu ia lakukan sesuai permintaan
Sempakwaja, kakek buyutnya.
Selama
ditinggalkan bertapa Pangrenyep sering bertemu dengan Tamperan, patih
yang masih muda dan gagah perkasa, terjadilah perselingkuhan. Hal inipun
tidak diketahui Sanjaya, mengingat Sanjaya masih terus melakukan
ekspansi kenegara lain.
Hubungan
gelap Tamperan kemudian melahirkan seorang anak, yang diberi nama
Banga. Permana beranggapan, Manarah tidak akan pernah menjadi Raja
Galuh, karena siapapun yang dilahirkan Pangrenyep, secara resmi masih
istri Permana, dinisacayakan menjadi raja di Galuh.
Sampai
cerita ini, banyak sejarah nu pagaliwota, paling tidak penafsiran
Manarah satu ayah dengan Banga, dan menganggap Permana Dikusumah telah
meninggal, sehingga perseteruan Manarah dengan Banga dianggap perebutan
tahta adik dan kakak.
Peristiwa
memalukan ini kemudian diketahui Sanjaya. Untuk menutup aib Sanjaya
menyingkirkan Tamperan ke Pakuan. Setelah penaklukan Jawa Madha dan Jawa
Pawathan, Sanjaya memutuskan untuk tinggal di Galuh. Namun tidak
berlansung lama, karena pada suatu ketika Sena meminta sanjaya
menggantikannya, menjadi raja di Mataram.
Permintaan
ayahnya tersebut menyebabkan Senjaya sangat sulit untuk menentukan
pengganti yang dapat mejadi wakilnya di Galuh. Sementara itu, Permana
Dikusumah pun telah berketetapan untuk menjadi pertapa dan meninggalkan
kesibukan dunia. Pada akhirnya Senjaya menunjukan Tamperan sebagai
penguasa Galuh.
Balangantrang manggung deui
Sebenarnya
cinta terlarang tamperan dengan Pangrenyep tidak akan menumpahkan darah
jika Tamperan tidak membunuh Permana Dikusumah dipertapannya.
Pembunuhan terjadi ketika Tamperan menggantikan posisi Sanjaya di Galuh,
namun ia belum memiliki permaisuri. Ia memilih pangrenyep untuk menjadi
istrinya. Sayangnya Pangrenyep masih istri resmi dari Permana
Dikusumah, hingga iapun perlu terlebih dahulu melenyapkan Permana
Dikusumah.
Setelah
suruhannya berhasil membunuh Permana Dikusumah kemudian iapun sekaligus
menikahi Pangranyep dan Naganingrum. Iapun memperlakukan Manarah
seperti anaknya sendiri. Mungkin peristiwa inilah yang ditafsirkan
Manarah dan Banga adik kakak satu ayah. Bahkan dalam cerita rakyat nama
ayah keduanya disebut-sebut Prabu Brama Wijayakusumah, hampir sama
dengan nama Tamperan Barmawijaya.
Skandal
yang sebelumnya menjadi rahasia Tamperan pada akhirnya tercium luas di
lingkungan Galuh, terdengar pula oleh Bimaraksa di Geger Sunten, pada
waktu itu sedang aktif menghimpun kekuatan dengan nama Aki Balangntrang.
Ia pun mendapat dukungan dari raja-raja sekitar Galuh yang berhasil
ditaklukan Sanjaya. Tugas ini tidak begitu sulit dilakukan, karena
sebelumnya ia dikenal sebagai senapati dan Patih Galuh yang tangguh,
serta masih terhitung cucu dari Wretikandayun.
Untuk
mematangkan soliditas perlawanan, Balangantrang merasa perlu menarik
Manarah dipihaknya. Memang agak sulit, karena Tamperan mengakui dan
memperlakukan Manarah sebagai anaknya sendiri. Namun bagi gerakan
Balangantrang, Manarah adalah simbol perlawanan Galuh, karena ia anak
Permana Dikusumah yang dibunuh Tamperan. Pada akhirnya Manarah dapat
diyakinkan, hingga iapun sering secara diam-diam menemui kakeknya di
Geger Sunten.
Penyerbuan
Manarah dan pasukan Balangantrang untuk menguasai Galuh diatur dengan
seksama. Bagi mereka masalah penguasaan teritorial kota Galuh tidak
sulit dilakukan, mengingat kesehariannya Ia hidup dilingkungan Galuh.
Balangantrang merencanakan untuk melakukan penyerbuan pada siang hari,
dengan cara langsung menguasai istana, sedangkan Manarah melakukannya
ditempat sabung ayam, ia akan terlibat sebagai peserta sabung ayam.
Biasanya pada acara itu di hadiri pada saat para pembesar istana
(termasuk Tamperan). Sehingga dengan taktik ini Balangantrang akan
sangat mudah menguasai istana. Namun dalam sejarah lisan, masyarakat
Galuh lebih banyak menceritakan kisah sabung ayamnya, ketimbang
penguasaan keraton oleh pasukan Balangantrang.
Upaya
merebut tahta Galuh itu dilakukan pada tahun 723, dan berhasil dengan
gemilang. Jika Sanjaya dahulu merebut tahta Galuh dari Purbasora
dilakukan pada malam hari, namun Manarah dengan Balangantrang
melakukannya pada siang hari.
Persitiwa ini diceritakan didalam Carita Parahyangan, cuplikannya sebagai berikut :
Sang manarah males pati.
Rahiang Tamperan ditangkep ku anakna,
ku Sang Manarah.
Dipanjara beusi Rahiang Tamperan teh.
Rahiang Banga datang bari ceurik,
sarta mawa sangu kana panjara beusi tea.
Kanyahoan ku Sang Manarah,
tuluy gelut jeung Rahiang Banga. Keuna beungeutna
Rahiang Banga ku Sang Manarah.
Ti dinya Sang Manarah ngadeg ratu di Jawa,
mangrupa persembahan.
Nurutkeun carita Jawa,
Rahiang Tamperan
lilana ngadeg raja tujuh taun,
lantaran polahna resep
ngarusak nu tapa,
mana teu lana nyekel kakawasaanana oge.
Sang Manarah, lilana jadi ratu dalapanpuluh
taun, lantaran tabeatna hade.
Perjanjian Galuh
Sanjaya
mendengar berita kematian anaknya, dengan pasukan besarnya IA menyerang
purasaba Galuh. Tapi Manarah telah mempersiapkan diri menyongsong
serangan,dibantu oleh sisa-sisa pasukan Indraprahasta yang kerajaannya
telah dibumi hanguskan Sanjaya, disampng itu ia dibantu raja-raja di
daerah Kuningan yang pernah ditaklukan Sanjaya.
Pengulangan perang saudara tidak berlangsung lama karena dapat dilerai oleh Resi Demuwan. yang memaksa mereka untuk berunding.
Dari
perundingan kemudian disepakati, : menyudahi permusuhan ; tidak boleh
saling menyerang ; penyelesaian masalah harus dengan musyawarah ;
hubungan kekerabatan tidak boleh terputus ; harus saling menghormati hak
ahli waris yang syah, yakni negeri sunda dari daerah Citarum ke barat
dipimpin oleh Banga sedangkan Negeri Galuh dari Sungai Citarum ke timur
dipimpin oleh Manarah.
Memang
patut disayangkan, bekas kerajaan Tarumanagara yang berhasil disatukan
oleh Sanjaya (723 – 739) terpaksa harus terpisah kembali. Namun ketika
jaman Pajajaran (Kawali dan Pakuan) wilayah ini untuk yang kedua kalinya
dapat dipersatukan.
Dalam
babak berikutnya Galuh diserahkan kepada Manarah dengan gelar Prabu
Jayaprakosa Mandaleswara Salakabuana, sedangkan Sunda diserahkan kepada
Banga dengan gelar Prabu Kretabuana Yasawiguna Aji Mulya. Perundingan
itupun menetapkan status Banga menjadi raja bawahan Galuh. Namun Banga
menerima keputusan ini, karena ia merasa masih bisa tetap hidup karena
kebaikan Manarah.
Sama
dengan tradisi raja-raja dahulu yang kerap dilakukan, adalah mengikat
pertalian saudara melalui perkawinan. Untuk lebih mempererat
persaudaraan dan menyatukan kembali keturunan Wretikandayun, keduanya
dijodohkan dengan cicit Demunawan. Manarah dijodohkan dengan
Kancanawangi dan Banga dengan Kancanasari, adik Kancanawangi.
Dari
perkawinan dengan Kancanasari, manarah mempunyai beberapa orang putri,
iapun kemudian diganti oleh menantunya, Manisri, suami dari Puspasari.
Karena tidak diketahui asal-usulnya, maka didalam Cerita Lutung
Kasarung, Manisri dianggap sebagai Putra Sunan Ambu, sedangkan Puspasari
bernama Purbasari.
Rupanya
keturunan Manarah sangat sulit memperoleh anak laki-laki dan keturunan,
karena ketika Linggabumi cicit dari Manarah, terpaksa menyerahkan
tampuk kekuasaanya kepada Rakeryan Wuwus, raja sunda keturunan Banga,
suami adiknya.
Lainnya
halnya dengan Banga, ia berhasil menaklukan raja-raja disekitar
Citarum, untuk kemudian iapun melepaskan dari Galuh dan menjadi negara
merdeka. Hingga Sunda menjadi sederajat dengan Galuh. Iapun dikarunia
keturunan yang tidak terputus, bahkan cicit Banga , yaitu Rakeyan Wuwus
alias Prabu Gajah Kulon, yang menjadi Raja Sunda ke-8. Diserahi menjadi
raja Galuh, karena Lingga Bumi, keturunan Manarah tidak mempunyai
keturunan
Penutup
Setelah
perjanjian dilaksanakan, dan Balangantrang berhasil mengantar Manarah,
menjadi raja di Galuh, Balangantrang kembali ke Geger Sunten. Tentunya
sekarang tidak lagi perlu bersembunyi seperti ketika ia bergerilya.
Tinggalah Manarah yang dibantu anak-anak muda, melanjutkan tugasnya
untuk mengemban hidup dan kehidupan. Aki Balangantrang masih hidup
dengan para juru pantun, sekalipun raganya sudah tak lagi ada.
Tidak ada komentar