Siapakah Sunan Pangadegan Yang Dimakamkam Di Sekitar Kawasan Situs Candi Cangkuang Kanpung Pulo Leles Kabupaten Garut
Selain makam Arif Muhammad, di Kampung Pulo ini juga terdapat ratusan makam kuno lain yang tersebar di berbagai wilayah di Kampung Pulo ini. Dan seperti pada umumnya pemakaman pada masa itu, setiap makam memiliki bangunan makam atau cungkup makam yang berbentuk persis sama dengan yang kita kenal sebagai Candi sekarang. Bangunan makam atau cungkup makam ini pada umumnya terbuat dari bata atau batu andesit atau yang lebih dikenal dengan batu candi atau batu alam yang terdapat di sekitar lokasi makam.
Penduduk nusantara pada masa lalu adalah bangsa yang sangat menghargai leluhurnya. Meskipun nenek moyang nereka telah berpulang, mengunjungi makam atau berziarah ke makam leluhur adalah suatu ritual istimewa yang diselenggarakan dari mulai golongan para pemimpin hingga rakyat biasa, tradisi ini melambangkan tradisi ajaran Millah Ibrahim atau agama Brahmanik.
Ketika mayoritas penduduk negeri ini telah memeluk Islam tradisi ini tetap berjalan karena tradisi ziarah tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pentingnya tradisi ziarah bagi bangsa Indonesia telah menjadikan pemakaman sebagai tempat ibadah untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan dengan tradisi ziarah mengingatkan manusia akan kefanaan dirinya.
Pemakaman di nusantara memiliki lokasi dan bangunan khusus yang mendukung ritual berziarah tetap terlaksana, ketika Islam telah menyebar dikalangan penduduk nusantara bangunan makam menjadi satu bagian dengan bangunan Masjid. Salah satu bangunan khusus yang hingga kini masih terjaga adalah fakta bahwa hampir setiap makam kuno di nusantara memiliki bangunan makam atau cungkup makam atau bekas-bekas cungkup makam, seperti gambar makam Sunan Pangadeggan ini.
Ibarat pepatah tak mengenal sejarah, maka tak akan tahu sejarah para leluhurnya. Al Quran dan Al Hadith menukilkannya sebagai berikut :
"Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa Kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan".
"Pelajarilah olehmu tentang nasab-nasab kamu agar dapat terjalin dengannya tali persaudaraan di antara kamu. Sesungguhnya menjalin tali persaudaraan itu akan membawa kecintaan terhadap keluarga, menambah harta, memanjangkan umur dan menjadikan ALLAH ridho".
Dalem Sunan Pangadegan makamnya berada di kawasan Situs Candi Cangkuang Leles Garut, beliau adalah Susuhunan (penj. karuhun yang merundaykan) Timbanganten dan Dalem Sumur Bandung.
Keluarga Bangsawan Timbanganten muncul sejak Dalem Pasehan menjadi Ratu di Kadaleman Timbanganten. Wilayah Kadaleman Timbanganten sekarang mencakup wilayah Kecamatan Tarogong Kaler dan Kidul, Semarang, Leles dan Kadungora (Cikembulan).
Dalem Pasehan adalah mertua Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi menikahi anaknya bernama Nyi Ratna Inten Dewata dalam sejarah ada juga yang menyebutnya Nyi Anten sedangkan dalam babon Cipancar beliau mempunyai nama Halimah.
Sewaktu menjadi Raja, Dalem Pasehan menyandang gelar Sunan Permana di Putang. Di akhir hayatnya, ia kemudian menjadi pertapa dan "menghilang" (tilem) di Gunung Satria. Sebagai pengganti Ratu Intan Dewata adalah anaknya yang bernama Sunan Dayeuh Manggung yang dimakamkan di Dayeuh Manggung.
Sunan Dayeuh Manggung wafat dan digantikan anaknya, Sunan Darma Kingkin yang makamnya di Muara Cikamiri. Sunan Derma Kingkin sebagai Nalendra terakhir di Kerajaan Mandala di Puntang, memindahkan kerjaan dari Panembong di Kecamatan Bayongbong ke daerah Timbanganten di kaki Gunung Guntur, yang berada di Kecamatan Tarogong saat ini, hingga akhirnya berganti nama menjadi Kerajaan Timbanganten.
Setelah Sunan Darma Kingkin meninggal, maka Sunan Ranggalawe, putranya yang menggantikan dan beribukota di Korwabokan. Kemudian setelah Sunan Ranggalawe, berturut-turut yang menjadi Ratu di Timbanganten adalah Sunan Kaca (adik Ranggalawe), Sunan Tumenggung Pateon (menantu Sunan Kaca atau putra Sunan Ranggalawe), Sunan Pari (Ipar Sunan Pateon), Sunan Pangadegan (adik Sunan Pateon) yang dimakamkan di Pulau Cangkuang.
Sunan Pangadegan meninggal, maka yang menggantikan adalah Sunan Demang. Sunan Demang sendiri meninggal (dibunuh) di Mataram, dan penggantinya adalah Sunan Sanugiren (kakak Sunan Demang). Selanjutnya yang menggantikan Sunan Sanugiren, putranya Demang Wirakrama. Demang Wirakrama setelah meninggal dimakamkan di Sarsitu dan digantikan oleh putranya, Raden Demang Candradita yang dikemudian hari menjadi penghulu Bandung. Meninggal di Cikembulan dan dimakamkan di Tanjung Kuning. Kakak Raden Demang Candradita, Raden Demang Ardisutanagara menjadi Dalem di Bandung dan setelah meninggal dimakamkan di astana Tenjolaya Timbanganten.
Pengganti Demang Ardisutanagara adalah Dalem Tumenggung Anggadireja, setelah meninggal dikenal dengan sebutan Sunan Gordah, Timbanganten.
Pengganti Sunan Gordah, putranya bernama Raden Inderanagara dan bergelar Tumenggung Anggadireja, ketika meninggal dimakamkan di Astana Tarikolot Bandung. Tumenggung Anggadireja meninggal digantikan putranya, Raden Anggadireja yang bergelar Dalem Adipati Wiratanukusumah, Dalem Adipati Wiratanukusumah meninggal dan dimakamkan di pinggir mesjid Tarik Kolot Bandung. Selanjutnya sebagai pengganti adalah putranya Dalem Dipati Wiratanukusumah.
Dalem Dipati Wiratanukusuma meninggal, maka yang menggantikan Raden Naganagara (putranya) serta bergelar Dipati Wiratanukusumah, tetapi tidak lama karena ia dibunuh Kolonial Belanda. Dipati Wiratanukusuma digantikan putranya, Raden Rangga Kumetir dan bergelar Dalem Adipati. Sewaktu Dalem Adipati meninggal yang menggantikan adalah saudaranya, bernama Raden Kusumadilaga dan dikemudian hari ia bergelar Dalem Adipati Kusumadilaga Bintang.
Adapun silsilah keturunan Wiratana Kusumah Para Bupati Bandung, dapat dituliskan sebagai berikut :
Dalem Pasehan lahir di "Mandala Puntang", adalah mertua Prabu Sribaduga Jaya Dewata (Prabu Siliwangi), Raja Pakuan Pajajaran Bogor ke-2 (1478 – 1521). Prabu Panggung Pakuan Dalem Pasehan, dalam Babon Jati Sampurna Cipancar bernama Pangeran Surya Jaya Kusuma alias Raden Abun keturunan Cipancar Hilir Sumedanglarang dan Cipancar Girang Limbangan, yang dimulai ketika kerajaan Galuh burak dimasa Prabu Purbasora (lihat Denah silsilah diatas).
Tidak ada komentar