Terjamah Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara Parwwa Kedua Sargah Ketiga (PRRBN 2.3)
Teks PRRBN 2.3 ini disusun oleh kelompok kerja yang dipimpin oleh Pangeran Wangsakerta yang bergelar Abdulkamil Mohammad Nasaruddin sebagai Panembahan Carbon atau Panembahan Ageung Gusti Carbon atau Panembahan Tohpati.
Dalam hal pelaksanaan penyusunan PRRBN 2.3 ini Pangeran Wangsakerta dibantu oleh tujuh orang jaksa yang masing-masing memiliki tugas tersendiri untuk mendukung lancarnya penyusunan teks tersebut.
Ketujuh orang jaksa ini adalah :
1) Ki Raksanagara, sebagai penulis dan pemeriksa naskah
2) Ki Anggadiraksa, sebagai bendahara
3) Ki Purbanagara, sebagai pengumpul bahan tulisan dari berbagai tempat di Nusantara
4) Ki Singhanagara, sebagai pengawal keamanan keraton selama pertemuan para mahakawi
5) Ki Anggadiprana, sebagai duta dan jurubicara
6) Ki Anggaraksa, sebagai pemimpin dapur dan perjamuan
7) Ki Nayapati, sebagai penyedia akomodasi dan transportasi.
Teks PRRBN 2.3 disusun berdasarkan hasil pemilihan terhadap naskah-naskah kuna dari berbagai tempat di Nusantara lalu disusun lagi menjadi sebuah cerita yang runtut dan objektif serta hasilnya disetujui oleh para utusan dari tiap kerajaan yang hadir dalam pertemuan di keraton Cirebon.
Kata Permulaan
Inilah Pustaka Kerajaankerajaan di Bumi Nusantara. Sargah ketiga dari parwa kedua, merupakan pustaka Kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara, kejadian penting, dan yang berhubungan dengan itu.
Disusun dan dibukukan olehku, beserta beberapa puluh orang mahakawi, para pemuka, raja, pemimpin yang merupakan duta kerajaan daerah, hulubalang, pemerintah daerah, pemuka agama, dan seluruh menteri Raja Carbon termasuk jaksa yang tujuh orang.
Dengan pimpinanku sebagai ketu,a yaitu : Pangeran Wangsakreta bergelar Abdulkamil Mohammad Nasaruddin sebagai Panembahan Carbon atau Panembahan Ageung Gusti Carbon Panembahan Tohpati namaku yang lain.
Cerita Pembuka
Semoga selamat. Walaupun aku sebagai penulis mengenai riwayat kerajaan, kejadian penting, dan tuntunan kerajaan terlebih dahulu menyampaikan pujian kepada Hyang Tunggal dan aku tunduk pada kewajiban utama, sebagai muslim karena aku adalah keturunan dari Susuhunan Jati sebagai guru besar agama Islam di bumi Jawa Barat.
Demikian pula karenanya aku senantiasa berkata kepada semua pemeluk agama yang terkait dengan naskah ini, sungguh sungguhlah dalam keadian. Semua yang tersebar ke mana-mana dibukukan menjadi satu.
Setelah disetujui dan direstui oleh beberapa orang maha-kawi, yaitu mereka yang memahami sejarah wilayah di bumi Nusantara.
Kitab ini adalah kisah para raja yang besar pengaruhnya di kerajaan-kerajaannya. Kisah-kisah tentang nenek moyang yang sangat mengesankan dari cerita orang-orang pandai yang sangat membantu. Inilah riwayat kerajaan-kerajaan yang memuat kisah raja dari kitab segala kerajaan yang ada di bumi Nusantara. Yaitu Pulau Jawa dan sekitarnya yang sudah termasuk di dalamnya. Dengan segala daya upaya akhirnya selesai juga pada waktunya, pekerjaan yang baik dan lengkap ini.
Adapun sang penulis kitab ini karena diberi tugas oleh ayahku yaitu Pangeran Resmi yang bergelar Panembahan Adiningrat Kusuma atau Panembahan Ghirilaya nama lainnya pada saat ayahku masih hidup. Demikian pula aku diperintahkan menulis kitab ini oleh Sultan Banten yaitu Pangeran Abdul Patah dengan gelar penobatannya Sultan Ageng Tirtayasa. Begitu juga Susuhunan Mataram yaitu Pangeran Arya Prabu Adi Mataram namanya, bergelar Susuhunan Amangkurat menghendaki demikian.
Begitu juga banyak lagi para pembesar di bumi Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang menghendaki demikian. Oleh sebab itu tulisan pada kisah ini adalah sebagai ilmu pengetahuan bagi orang banyak. Akan lebih baik jika kitab raja dan kerajaan ini dijadikan tuntunan kesejahteraan dan kejayaan negaranya, serta orang banyak senang berbakti kepada raja mereka yang adil. Bahkan kitab ini dijadikan petunjuk bagi orang yang akan mempelajari segala adat istiadat kuna, serta ingin mengetahu asal mula berdirinya suatu negeri di bumi Nusantara, dan di sekitarnya. Karena itu aku senantiasa berharap mendapat kisah yang sesungguhnya.
Adapun yang dijadikan tempat bermusyawarah dan berunding mengenai penyusunan dan penulisan Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara ini yaitu di Paseban Keraton Kasepuhan Carbon.
Selanjutnya hendak diceritakan mereka yang datang untuk menghadiri perundingan dalam penyusunan kitab ini yaitu agar dapat dikerjakan dengan baik dan benar serta lengkap. Karena mereka semua terkenal pandai tiada celanya dan bersama-sama serta dengan kita semua, agar mendapat hasil yang baik dan sempurna. Di antara mereka itu adalah para pemuka agama Islam, pemuka agama Kawisnawan, pemuka agama Kasewan pemuka agama Khong Pu Ce atau Kwam Im Po Co yaitu mahakawi orang Cina dari Semarang.
Kemudian beberapa orang mahakawi, kepala suku dari beberapa kerajaan serta juga para pembesar, para utusan, dengan abdi dalem Carbon yang semuanya berada di bawah pimpinanku. Mereka semua dijamu dengan serba kenikmatan oleh kakandaku yaitu Sultan Sepuh Pangeran Samsudin Mertawijaya namanya. Kemudian Sultan Sepuh memberikan nasihat kepada mereka semua yang hadir dalam penghadapan di balairung.
Beginilah nasihatnya: “Aku meminta kepada semua yang merasa berseteru di antara pribadi masing-masing, agar segera dilapangkan dadanya, semua yang sudah terjadi, hendaknya diganti dengan perasaan persahabatan yang baik. Dengan begitu pekerjaan kita berhasil dengan baik dan sempurna. Janganlah kalian mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada sesama utusan kerajaan. Bukankah kalian semua sudah satu tekad dan pandangan untuk mengerjakan karya besar ini. Tentu saja kalian semua memegang teguh adat-istiadat yang berlaku. Sesuai dengan jejak langkah nenek moyang.”
Serta banyak lagi nasihat lainnya dari kakanda Sultan Sepuh. Adapun sang mahakawi para pembesar, guru besar agama, para kepala suku, utusan dari beberapa kerajaan, dan negeri lainnya, atau desa dan wilayah Nusantara, di antaranya yaitu dari Banten, Jayakarta, Mataram Kudus, Lasem, Tuban, Surabaya, Wirasaba, Pasuruan, Telegil, Panarukan, Ghresik, Semarang, Demak, Kediri, Mojoagung, Bagelen, Balangbangan, Madura, Nusa Bali,
Bangka, Ghaluh, Jambi, Kertabhumi, Sumedang, Tanjungpura di Karawang, Cangkwang, Ukur, Sukapura, Parakanmuncang, Kuningan, Ghalunggung, Imbanagara, Rancamaya, Japara, Parllak, Buruneng, Paseh, Lamuri, Mengkasar, Banggawi, Ghaliyao, Kutalingga,Seran, Lwah Ghajah, Ambwan, Maloku, Tampiwang, Ghurun, Bantayan, Tanjungkute, Tanjungnagara, Tanjungpuri, Manangkabwa, Kampeharwe, Palembang, Siak, Barus, kemudian utusan dari Tumasik, Tringgano, Malaka, di bumi Sanghyang Hujung, serta juga dari Talaga, Sindangkasih, Dermayu, Lwasari, Barebes, kemudian dari Carbon dan semuanya lagi datang mereka berkumpul.
Ada juga beberapa pembesar yang tidak datang, karena mereka ada halangan. Mereka semua para pembesar di kerajaan Carbon melaksanakan tugasnya masing-masing, di antaranya yaitu, aku sendiri Pangeran Wangsakerta sebagai ketua kelompok penyusun naskah dan pemimpin dari semua pembesar dan pemimpin segala suku bangsa pada waktu pertemuan, juga dalam penulisan, cara dan jalan riwayat yang sesungguhnya, agar sempurna dan menjadi jelas, serta tidak berlawanan.
Kemudian Ki Raksanagara sebagai juru tulis naskah dan pelayan para utusan yang hadir. Kemudian Ki Angga diraksa sebagai wakil juru tulis, dan sebagai bendahara dari semuanya. Kemudian Ki Purbanagara, sebagai pencari dan pengambil naskah-naskah dari negara lain, yang akan dipilih mereka semuanya.
Mana yang benar dan mana yang salah, atau tidak benar. Karena dia memiliki pengetahuan yang luas mengenai kisah berdiri dan runtuhnya sebuah kerajaan di bumi Nusantara. Selanjutnya, Ki Singhanagara sebagai pemimpin pengawal keraton dan semua utusan dari segala negeri yang datang di Carbon. Dia bersama dengan semua pasukan bersenjata yang banyaknya tujuh puluh orang.
Kemudian Ki Anggadiprana, sebagai utusan yang berkeliling ke seluruh kerajaan, negeri, desa, dan wilayah. Serta dia juga sebagai penerjemah di antara para utusan. Kemudian Ki Anggaraksa tugas utamanya sebagai pemimpin dapur, makanan, dan menyediakan segala kenikmatan bagi para utusan. Kemudian Ki Nayapati tugas utamanya sebagai penyedia tempat menginap dan tidur, atau tempat tinggal bagi para utusan dan kendaraannya.
Juga sebagai pemimpin pasukan pengawal. Adapun tiap-tiap pembesar kerajaan Carbon diberi tugas mandiri bersama semua bawahannya masingmasing. Pada saat menyusun naskah ini, aku senantiasa menemukan rintangan besar, kesulitan yang bertingkat-tingkat.
Karena ada di antara para mahakawi dan pembesar sebagai utusan kerajaan berbeda pendapat dalam mengisahkan riwayat tentang negerinya masing-masing, tentang kejayaannya, keindahannya. Demikian mereka katakan. Seperti juga sang mahakawi Jawa dan sang mahakawi dari Sunda.
Kemudian sang mahakawi dari Banten dan sang mahakawi dari Mataram dengan sang mahakawi Carbon terdapat perbedaan dalam menguraikan kisah negaranya masing-masing, sehingga saling berlawanan.
Demikian pula sang mahakawi dari Paseh dengan sang mahakawi dari Kudus. Juga sang mahakawi dari Sumedang dengan sang mahakawi dari Carbon, dia hampir saja ribut, dan mereka menjadi bermusuhan serta berkelahi. Hampir saja tidak dapat menemukan kisah yang sesungguhnya.
Demikian pula sang mahakawi dari Mengkasar dan pembesar dari Mataram dengan Mandura. Kemudian sang mahakawi dari Tanjungkute dengan utusan dari Palembang dan sang mahakawi dari Ukur. Tetapi sama halnya lagi yaitu ada lima kelompok mahakawi dan kepala suku yang saling memarahi dan akhirnya rebut hampir saja menjadi perkelahian di dalam paseban sejak memulai pertama kali menulis kitab segala kerajaan di bumi Nusantara dan sekitarnya.
Di antaranya, yang pertama beberapa utusan dari Surabaya, Pasuruan, Panarukan, Blangbangan, Nusa Bali, Mandura, Mengkasar, Banggawi, Ghaliyao, Seran, Lwah Ghajah, Ambwan, Maloku, Taliwang, Ghurun, Bantayan, Banten, Palembang. Yang kedua utusan dari Mataram, Lasem, Tuban, Wirasaba, Semawis, Kediri, Mojwagung, Lwasari, Barebes, Telegil, Japara. Yang ketiga utusan dari Jayakarta, Demak, Kudus, Carbon, Paseh, Gresik, Tanjungpura di Krawang, Cangkwang, Kuningan, Barus, Malaka, Tumasik, Tringgano. Keempat utusan dari Sumedang, Ukur, Sukapura, Parakanmuncang, Ghalunggung, Rancamaya, Talaga, Sindangkasih, Ghaluh, Kretabhumi, Imbanagara, Rajagaluh, dan Luragung.
Kelima utusan dari Jambi, Bangka, Parllak, Buruneng, Lamuri, Kutalingga, Tanjungkute, Tanjungnagara, Tanjungpuri, Manangkabwa, Kampehar, dan Syak ini terdiam sendiri mendengar tanpa bicara karena merasa terbawa dalam riwayat yang sesungguhnya. Tambahan pula di antara mereka ada yang menceritakan riwayatnya dengan berbelit-belit.
Ada yang bercerita dibuat sendiri menurut kehendak dan hayalan semata. Semua yang dikatakan tersebut tidak diambil dan dijadikan tulisan.
Ada yang mengeluarkan kata dengan hasratnyasendiri, dan tidak patut. Hampir saja terjadi keributan. Karena aku telah banyak mempelajari segala macam kisah tentang kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara serta memiliki berbagai naskah kerajaan yang membuat mereka terkalahkan semua. Selain itu juga aku dijadikan pemimpin mereka semua. Demikianlah aku selalu mengambil jalan tengah. Tetapi aku senantiasa merundingkan kembali apabila telah selesai dan mempertimbangkannya bersama mereka semua tanpa henti-hentinya.
Bersama orang-orang tua, para mahakawi, para pembesar, utusan kerajaan yang cerdik dan pandai. Demikianlah pada akhirnya mereka semua memberikan kisah yang sesungguhnya tanpa berbelit-belit lagi, dan itu tidak menjadikan kesukaran lagi. Bukankah mereka semua sudah satu kehendak, yaitu memegang teguh amanat Sultan Sepuh Carbon, yaitu para utusan kerajaan yang satu tujuan, sama-sama berharap mendapat kesempurnaan dari karya besar yang dijadikan acuan pengetahuan sejarah.
Dijadikan pegangan seluruh orang banyak dari rakyat jelata hingga bangsawan, serta dijadikan pedoman pemerintahan bagi raja pemimpin negara, atau desa, dan daerah.
Serta dengan segala daya upayaku yang lamanya beberapa hari akhirnya selesai juga ditulis dengan baik dan disepakati. Dengan demikian selesailah ditulis beberapa sargah dari Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara.
Meskipun demikian, akan diadakan perbaikan jika ada yang salah atau kelalaian dalam penyusunan kitab ini. Kemudian karya besar ini dijadikan riwayat besar yang dibuat olehku dan semua utusan dari kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara yang sangat pandai.
Serta rekan yang menyenangkan bagi keluarga raja Carbon yaitu sahabat nenek moyang, nenek moyangku. Begitulah caranya aku segera menulis kisah pembuka. Terlebih dahulu semuanya, aku sebagai penyusun dan penulis Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara ini dijadikan permata dari semua cerita yang tertulis, aku mengucap syukur kepada Hyang Tunggal Yang Mahakuasa. Supaya dijauhkan dari rintangan. Juga semoga aku dijauhkan dari dosa dan kesalahan serta mara bahaya. Tidak ada sumpah serapah.
Tak ada bahaya yang merusak karena fitnah bagi kesejahteraan kerajaan kita semua, dan mendapat kesejahteraan hidup bagiku dan semua penulis kitab ini. Dijadikan pengetahuan oleh semua orang, sekarang dan yang akan datang. Sebagai pengetahuan tentang sejarah raja-raja dan kerajaannya di Bumi Nusantara. Kitab ini hendaknya dijadikan sumber utama dari sekalian peristiwa yang sesungguhnya, dan aku tidaklah mengubah peristiwa yang sesungguhnya.
Serta bermanfaat bagi pemimpin sekalian warga masyarakat, golongan rendah, menengah, dan atas. Mulai masa sekarang hingga masa yang akan datang.
Aamiin.
Terjemahan
Kisah Pertama Berdasarkan pemeriksaan pada sekian banyak kitab-kitab kuna yang dimiliki oleh mahakawi dari Pulau Sumatera dan mahakawi Pulau Jawa, beginilah kisahnya : dimulai ketika Sri Ghandra menjadi Raja Kediri pada tahun seribu seratus tiga (1103) tahun Saka.
Besar sekali keinginannya untuk memperluas Kerajaan Kediri. Sri Gandra yang bergelar Sri Kroncayyahanda Bhuwa(na)palaka Parakramanindita Digjayottunggadewa, kemudian bersama angkatan perang Kediri menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di bumi Nusantara, termasuk yang ada di Pulau Jawa dan pulau-pulau sebelah timurnya. Armada lautnya yang besar berangkat beriringan menuju ke utara, ke timur, ke barat.
Mereka selalu mendapat kemenangan dalam perangnya. Tetapi kerajaan-kerajaan di pulau bagian barat semua sudah tunduk kepada kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, balatentara Kediri lalu menyerang kerajaan Sriwijaya. Demikianlah, armada laut Kediri dengan Sriwijaya berperang di tengah laut Jawa Barat. Pada peperangan itu keduanya bertempur dengan gagah berani, tiada yang kalah.
Masing-masing kembali ke negerinya. Cita-cita Sang Prabu Kediri tidak tercapai. Sedangkan kerajaan Sriwijaya tidak berani menyerang Kediri. Dengan sendirinya Raja Sriwijaya kemudian menyuruh utusannya pergi kepada Maharaja Cina memberitahukan dan meminta bantuan Sang Maharaja Cina, karena Kerajaan Kediri ingin menyerang Kerajaan Sriwijaya.
Bukankah sudah lama Kerajaan Sriwijaya bersahabat dengan Kerajaan Cina. Begitu juga Kerajaan Kediri sudah lama bersahabat dengan Kerajaan Cina. Kemudian Maharaja Cina mengutus dutanya dengan membawa dua pucuk surat yaitu sepucuk surat untuk diberikan kepada Raja Sriwijaya, dan yang sepucuk lagi untuk diberikan kepada Raja Kediri. Hal ini dilakukan oleh Sri Maharaja Cina supaya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Sriwijaya segera mengakhiri perseteruan di antara mereka. Serta segera mengadakan perundingan. Pada akhirnya Raja Kediri mempertimbangkan kembali dan mengakhiri perseteruan dengan menjalin persahabatan.
Adapun yang dijadikan tempat mengadakan perjanjian persahabatan kedua negeri ituadalah Sundapura di Bumi Jawa Barat. Serta yang menjadi saksinya dari beberapa negeri yaitu utusan dari Kerajaan Cina, utusan Kerajaan Yawana, Utusan Kerajaan Syangka, utusan Kerajaan Singhala, utusan Kerajaan Campa, utusan Kerajaan Ghaudi, dan beberapa utusan kerajaan dari Bumi Bharata. Dengan segala usaha yang sungguh-sungguh akhirnya selesailah dengan sempurna, dengan mempererat persahabatan dan saling bekerjasama di antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Kediri dalam segala hal, pada tahun seribu seratus empat (1104) Saka. Keduanya menaati perjanjian persahabatan itu.
Adapun yang dijadikan tempat mengadakan perjanjian persahabatan kedua negeri ituadalah Sundapura di Bumi Jawa Barat. Serta yang menjadi saksinya dari beberapa negeri yaitu utusan dari Kerajaan Cina, utusan Kerajaan Yawana, Utusan Kerajaan Syangka, utusan Kerajaan Singhala, utusan Kerajaan Campa, utusan Kerajaan Ghaudi, dan beberapa utusan kerajaan dari Bumi Bharata. Dengan segala usaha yang sungguh-sungguh akhirnya selesailah dengan sempurna, dengan mempererat persahabatan dan saling bekerjasama di antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Kediri dalam segala hal, pada tahun seribu seratus empat (1104) Saka. Keduanya menaati perjanjian persahabatan itu.
Kemudian Kerajaan Sriwijaya sejak saat itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah barat serta Kerajaan Sanghyanghujung. Sedangkan Kerajaan Kediri semenjak itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah timur. Di antara kekuasaan Kerajaan Sriwijaya atau kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Sriwijaya adalah Tringgano, Pahang, Langkasuka, Kalantan, Jelutung, Semwang, Tamralingga, Ghrahi, Palembang, Lamuri, Jambi, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Batak, Minangkabwa, Siyak, Rokan, Kampar, Pane, Kampeharw atau Mandahiling, Tumihang, Parllak, dan di barat Lwas Samudra, dan di Lamuri, Batan, Lampung, Barus, termsuk juga Jawa Barat di Bumi Sunda yaitu daerah yang berada di sebelah barat Sungai Cimanuk, atau di sebelah timur Sungai Citarum ke sebelah barat.
Adapun bagian timurnya merupakan daerah Kerajaan Kediri sampai Jawa Timur dan Mahasin dan sekitar Pulau Sumatera. Sedangkan yang termasuk kerajaan daerah kerajaan Kediri di antaranya yaitu Tumapel, Medang, Hujung Ghaluh, Jenggi, daerah Jawa Tengah, Ghurun, dan pulau-pulau yang ada di Ghurun Tenggara, Nusa Bali, Badahulu, Lwah Ghajah, Sukun di Taliwang, dan Domposapi, Sanghyang Api, Bhim, Seran, Hutan, Lombok, Mirah, Saksakani, Bantayan, Luwuk, kemudian dari pulau-pulau Makasar, Butun, Banggawi, Kunir, Ghaliyao, Salaya, Sumba, Solot, Muar, Wandan, Ambwan, Maloko, Timur,Tanjungnagara di Kapuhas, Kantingan, Sampit, dan Kutalingga, Kutawaringin, Sambas, Laway, Kandangan di Landa, Tirem, Sedu, Buruneng, Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Baritwa di Sawaku, Tabalung, Tanjungpura, dan beberapa puluh lagi kerajaan-kerajan kecil di pulau-pulau sekitar Bumi Nusantara.
Demikianlah kekuasaan Kerajaan Kediri berada di sebelah timur Bumi Nusantara. Dengan demikian kedua kerajaan - Kediri dan Sriwijaya – senantiasa baik dalam persahabatannya.
Pada saat itu ada kerajaan yang sudah berdiri di Sumatera bagian utara yaitu Kesultanan Parlak sebagai kerajaan kecil. yang menjadi sultan Parlak yaitu Sayid Abdulajis yang bergelar Sultan Alaiddin Syah. Beliau memerintah kerajaan pada tahun seribu delapan puluh tiga sampai seribu seratus delapan (1083-1108) tahun Saka.
Bukankah di Pulau Sumatera bagian utara banyak para pendatang dari Negeri Arab, Ghujarat di Bumi Bharata, Parsi, Negeri Sopala, Negeri Kibti, Yaman di Bumi Hadramaut, Bagdad, serta yang lainnya lagi. Mereka – para pendatang - itu memeluk agama, yaitu agama Rasul yakni Agama Islam.
Sang Sultan sendiri memeluk agama Islam Aliran Syi’ah. Adapun keturunannya yaitu putri Raja Parlak. Sesudahnya Sayid Abdulajis mangkat kemudian digantikan oleh putranya yaitu Sultan Alaiddin Abdurakim Syah gelarnya. Sayid Abdurakman menjadi sultan pata tahun seribu seratus delapan (1108) Saka sampai seribu seratus tiga puluh tiga (1133) Saka.
Sementara itu Negeri Paseh di Bumi Sumatera bagian utara juga sudah lama berdiri sebagai kerajaan kecil sejak tahun seribu lima puluh (1050) Saka. Adapun Sultan Negeri Paseh yang pertama yaitu Sultan Abud Al kamil namanya. Karena itu lamanya seratus lima puluh tujuh tahun atau sampai tahun seribu dua ratus tujuh (1207) Saka, sudah beberapa orang raja Negeri Paseh.
Adapun Abud Almalik tersebut asal mulanya adalah seorang laksamana angkatan laut Kerajaan Mesir dari Dinasti Fatimiyah. Dia diberi kekuasaan sebagai sultan di Paseh di Bumi Sumatera bagian utara. Setelah menjadi Sultan Paseh maka raja-raja setelahnya disebut Almalik dinastinya.
Karena di Mesir terjadi pergantian dinasti sultan yang memerintahnya, dari Dinasti Fatimiyah ke Dinasti Mamaluk, yang juga disebut Dinasti Ayyub, kemudian Sultan Mesir mengutus dutanya yaitu laksamana angkatan laut Sekh Ismail Asiddik namanya.
Sampailah ia di Pulau Sumatera bagian utara. Di situlah sang laksamana kemudian merajakan kepala daerah Paseh Marah Silu. Bukankah dia dan para pengikutnya sudah memeluk agama Rasul. Marah Silu dirajakan olehnya menjadi Sultan Paseh dengan gelar Sultan Malikus Saleh.
Menjadi Raja Paseh pada seribu duaratus tujuh (1207) Tahun Saka hingga seribu dua ratus Sembilan belas (1219) Tahun Saka. Sultan Malikus Saleh kemudian menikah dengan putrid Perlak Ratu Ghanggansari namanya, ia putrid Sultan Parlak Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah ibnu Malik Abdulkadir. Adik Putri Ghanggansari yaitu Ratu Ratna Komalasari dijadikan istri oleh Raja Tumasik yaitu Raja Iskandar 20 Syah. Adapun Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah, menjadi Sultan Parlak pada seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka sampai seribu seratus delapan puluh Sembilan (1189) Tahun Saka.
Namanya adalah Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah. Menjadi Sultan Parlak sendiri empat tahun, yaitu pada seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka sampai seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka. Dia berkuasa sebagai sultan dari hasil perebutan terhadap Sultan Alaiddin Mughayat Syah dari Dinasti Abdulajis.
Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah tersebut nama yang sesungguhnya adalah Wong Agung Meurah Abdulkadir. Adapun Sultan Alaiddin Mughayat Syah atau sultan yang direbut kekuasaannya menjadi raja sendiri selama 10 tiga tahun yaitu pada seribu seratus lima puluh delapan (1158) Tahun Saka hingga seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka. Dia adalah putra Sultan Alaiddin Sayid Abas Syah ibnu Sayid Abdurakim Syah.
Sultan Sayid Abas Syah menjadi raja pada seribu seratus tiga puluh dua (1132) Tahun Saka. sampai seribu seratus lima puluh delapan (1158) Tahun Saka. Kemudian menurut kisahnya lagi, kakanda Putri Ghanggansari yaitu Sultan Kahdu Abdulmalik Syah namanya, menggantikan ayahnya yaitu Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah.
Sultan Makhdum Abdulmalik Syah menjadi sultan pada seribu seratus delapan puluh sembilan (1189) Tahun Saka sampai pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka Seperti yang sudah diceritakan tadi, seluruh kerajaan di Bumi Sumatera diatur dan takluk kepada maharaja Sriwijaya.
Demikian pula sultan-sultan yang ada di Sumatera bagian utara sejak berdiri kerajaannya. Tetapi ada kekhawatiran, sultan tersebut semuanya tidak suka berbakti kepada sang Maharaja Sriwijaya. Bukankah sultan yang ada di Sumatera bagian utara tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sedangkan sang Maharaja Sriwijaya memeluk agama Budhayana. Oleh karenanya Sultan Parlak yaitu Sultan Makhdum Abdulmalik Syah ibnu Muhammad Amin Syah tidak mau berbakti dan tidak mau memberikan upeti kepada Maharaja Sriwijaya.
Sultan Abdulmalik sudah berkata, katanya, “Kerajaanku ini kelak akan menjadi merdeka tidak lagi berbakti kepada Maharaja Sriwijaya. Bersamanya Kerajaan Mesir dan Parsi, juga Kerajaan Ghujarat menjadi pemimpin kerajaan-kerajaan di Bumi Sumatera serta diberinya bantuan bagi sultan-sultan yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pada akhirnya sang maharaja mendengar hal itu, kemudian murka tiada berkeputusan.
Oleh karena itu pada seribu seratus Sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka, bala tentara Sriwijaya kemudian menyerang Sultan Parlak dan terjadilah pertempuran yang seru. Bala tentara Kerajaan Parlak kalah perang dan dikuasai.
Sedangkan Sultan Parlak gugur di medan perang. Bukankah pasukan Sriwijaya demikian besar semuanya tidak terhitung banyaknya. Meskipun Kerajaan Sriwijaya mendapat bantuan dari Maharaja (Cina) di antaranya yaitu senjata, perlengkapan perang, serta bermacam-macam barang, dengan tujuan untuk menjaga serangan musuh yang menyerbu Bumi Sriwijaya, tetapi kemudian Sriwijaya kalah perang melawan bala tentara Singhasari yang dipimpin oleh Senapati Kebo Anabrang pada tahun itu juga. Kemudian digantikan kisahnya sementara. Demikianlah.
Adapun Kerajaan Tumapel kemudian disebut Kerajaan 10 Singhasari pada waktu sang Prabu Jayawiçnuwardhana menjadi raja, banyaklah sahabatnya dari berbagai negeri. Beberapa di antaranya yaitu, Kerajaan Sunda di Bumi Jawa Barat dengan Kerajaan Melayu Dharmmasraya di Bumi Sumatera.
Kerajaan-kerajaan di Bumi Sanghyang Hujung, kerajaankerajaan di Tanjungpura, kerajaankerajaan di Bumi Bharata, Kerajaan Singhala, kerajaan di Bumi Ghaudi, beberapa kerajaan di Bumi Sopala, Kerajaan-kerajaan Syangka, Campa, Yawana, Tumasik, Singhanagari, Kerajaan Cina, dan banyak lagi yang lainnya. Raja Melayu Dharmmaçraya yaitu Sri Trailokyaraja Maulibhuçana Warmmadéwa gelarnya, memperistri Putri Raja Syangka.
Dari perkawinannya mempunyai anak beberapa orang. Tiga orang diantaranya masing-masing yaitu yang tertua di kemudian hari menggantikan ayahnya menjadi raja dengan gelar Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa. Yang kedua perempuan, Dara Kencana namanya. Dan yang ketiga Dara Puspa namanya, serta masih ada beberapa lagi anak Raja Melayu ini.
Pada waktu Prabhu Kertanagara menjadi Rajamuda Singhasari memperistri Dara Kencana. Sedangkan Dara Puspa diperistri oleh Rajamuda Kerajaan Sunda yaitu Rakryan Saunggalah Sang Prabhu Ragasuci namanya. Dari perkawinannya, Prabhu Kertanegara dengan Dara Kencana lahirlah beberapa orang anak. Dua orang di antaranya yaitu Dara Jingga namanya dan Dara Petak namanya. Dari perkawinan Dara Puspa dengan Rakryan Saunggalah lahirlah beberapa orang anak, salah satu di antaranya yaitu sang Prabhu Citragandha Bhuwanaraja gelar kebesarannya, kelak menggantikan mertuanya yaitu Prabhu Ghuru Dharmmasiksa menjadi raja Sunda.
Pada saat sang Tribhuwanarajamauli Warmmadewa berkuasa di Kerajaan Melayu Dharmmaçraya, Maharaja Cina tidak berkeinginan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau Bumi Nu santara. Seperti Kerajaan Melayu dan kerajaankerajaan lainnya yang ada di Sumatera. Sedangkan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa Sumatera bagian utara dijadikan sahabat oleh Maharaja Cina. Padahal sesungguhnya ada keinginan untuk mengalahkan dan menguasai Bumi Nusantara, menjadi raja segala raja.
Oleh sebab itu Maharaja Cina selamanya bersahabat dengan Kerajaan Sriwijaya, serta juga memberikan bantuan segala macam perlengkapan perang dan keperluan kerajaan olehnya pada waktu Sultan Parlak melepaskan negaranya dari kekuasaan 20 Kerajaan Sriwijaya. Sang Sultan berdamai dan mencari bantuan kepada Kerajaan Singhasari. Pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka Raja Singhasari Sri Maharaja 5 Kartanagara mempersiapkan bala tentaranya menuju ke Negeri Melayu dipimpin oleh Sang Kebo Anabrang sebagai 10 Panglima Angkatan Laut dan Panglima Perang.
Bala tentara Singhasari berangkat dengan segala peralatan perang dan 15 perlengkapannya. Balatentara Singhasari yang berangkat ke seberang memiliki tujuan yang banyak, di antaranya yaitu ingin menjalin 20 persahabatan dengan Kerajaan Melayu, Kerajaan Parlak, dan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di Bumi Nusantara. Selain itu keberangkatan Sang Kebo Anabrang ke Sumatera dengan 5 membawa pulang permaisuri yaitu Darakencana, istri Sri Maharaja Kertanagara, karena sang permaisuri ingin 10 tinggal di Negeri Melayu, yaitu negerinya.
Balatentara Singhasari dijadikan pemimpin bagi kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Singhasari termasuk negara yang sudah menjadi sahabat dan meminta agar terus menjalin persahabatan dengan Sri Maharaja Kertanagara. Sebagai sahabat mereka, angkatan laut Singhasari selalu berkeliling ke negeri-negeri seberang yaitu Sanghyang Hujung, Tanjungpura, termasuk Bakulapura, Makasar termasuk pulau-pulaunya, Ghurun, Seran, dan pulau-pulau di sekitarnya, Sunda di Bumi Jawa Barat, Ambun, Maloko, dan pulau-pulau di sekitarnya, dan banyak lagi yang lainnya.
Oleh karena itu, ketika Sultan Parlak diserang oleh balatentara Sriwijaya, balatentara Singhasari datang ke situ, melepaskan Kerajaan Parlak yang ada di Pulau Sumatera bagian utara. Akhirnya balatetara Sriwijaya melarikan diri karena kalah.
Maharaja Cina marah ketika mengetahui balatentara Singhasari unggul perangnya. Tetapi balatentara Cina tidak membalas serangan itu, karena di dalam negerinya juga banyak pemberontakan. Selain itu Bala tentara Cina juga sedang menaklukkan beberapa negeri yang jauh. Serta bala tentara Singhasari tidak memusuhi balatentara Cina, karena Kerajaan Singhasari dengan Kerajaan Cina bersahabat.
Kemudian ketika putri Sri Maharaja Kertanagara dari permaisuri Darakencana yaitu Putri Darajingga dijadikan istri oleh sang Rajamuda Melayu Sri Wiswarupakumara putra Raja Melayu Dharmmaçraya Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa pada seribu dua ratus tiga (1203) Tahun Saka.
Sri Kertanagara diberi hadiah arca Amoghapāça dan surat dari Raja Melayu dengan beberapa orang mentri raja, ahli nujum, dan balatentara Singhasari. Sangat senanglah hati rakyat negeri Melayu, dirajai oleh Raja Melayu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa.
AdapunTribhuwanaraja dengan Darakencana itu kakak beradik. Jadilah Sri Wiswarupakumara dengan istrinya yaitu Darajingga saudara satu kakek. Kemudian sang mahakawi dari Sundagiri dan sang mahakawi (Swarnabhumi) mengisahkan lagi demikian, tentang hubungan saudara dari keluarga besar Raja Sunda, Raja Melayu, dan Raja Jawa.
Adapun Raja Sunda Prabu Ghuru Darmasiksa dengan gelar Prabu Sanghyang Wiçnu atau disebut juga Sang Paramārtha Mahāpurusanamny yang lain beristrikan putri dari Swarnabhumi, keturunan Maharaja Ssanggramawijayotunggawarman yang sudah turun-temurun.
Dari perkawinannya dengan putri Swarnabhumi Raja Sunda berputera beberapa orang, dua orang di antaranya masing-masing yaitu, pertama Rakryan Jayagiri yaitu Rakryan Jayadarma namanya yang lain; kedua Rakryan Saunggalah atau sang Prabhu Ragasuci namanya yang lain, kemdian disebut sang Mokteng Taman.
Oleh Prabhu Jayawiçnuwardhana, Rakryan Jayadarma dinikahkan dengan keluarganya yaitu Dewi Singhamurti namanya, ia adalah putri Mahisa Campaka. Menurut sang mahakawi Jawa, Dewi Singhamurti itu namanya Dyah Lembu Tal. Dari perkawinannya, Dewi Singhamurti dengan Rakryan Jayadarma berputeralah Sang Nararya Sanggramawijaya.
Menurut sang mahakawi dari Jawa, Sang Nararya Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta yang pertama dengan gelar Kretarajasa Jayawardana atau Rahadyan Wijaya namanya yang lain.
Sedangkan adik Rakryan Jayadarma yaitu Rakryan Ragasuci menikah dengan putrid Maharaja Trailokyaraja Maulibhuçanawarmmadewa, Raja Melayu Dharmaçraya yaitu Darapuspa namanya. Dan kakaknya Darapuspa yaitu Darakencana dijadikan istri oleh Prabhu Kretanagara. Dan kakandanya Darakencana yaitu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa dijadikan rajamuda pada waktu itu juga. Kemudian dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya.
Adapun Rakryan Sunu Jayagiri Sang Jayadarmma tidak pernah menjadi Raja Sunda di Bumi Jawa Barat karena beliau meninggal waktu ayahnya masih hidup. Karena itu, Dewi Singhamurti dengan putranya yaitu Raden Wijaya waktu masih kanak-kanak kembali ke negeri asalnya hidup bersama mertuanya yaitu Mahisa Campaka.
Ketika sang putera menginjak remaja, ia sangat pandai, mahir dalam segala ilmu, mahir memanah dan mahir dalam ilmu kenegaraan serta ilmu yang lainnya. Karena sang putera tinggal di keraton Singhasari bersama saudaranya yaitu Prabu Kretanagara, serta dia selalu belajar kepada beberapa menteri dan senapat, sang prabu, dan orang-orang yang mahir dalam ilmu pengetahuan. Karena itu, oleh Sang Prabhu Kretanagara, sang putera yaitu Raden Wijaya dijadikan senapati angkatan perang Singhasari.
Adapun perkawinan Sang Prabu Ragasuci dengan puteri Melayu Darapuspa berputera beberapa orang, salah satu di antaranya Sang Prabu Citraghanda Bhuwanaraja, yang menggantikan ayahnya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa menjadi raja Sunda.
Waktu pertama mulai Raden Wijaya menjadi raja Wilwatikta, mertuanya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa sudah berpesan kepada cucunya, “Janganlah kamu memaksakan kehendak atau ingin menyerang dan menguasai Bumi Sunda, karena sudah dikelilingi oleh saudaramu nanti kalau aku sudah meninggal. Karena negaramu sudah besar, aman, dan sentosa. Aku tahu keutamaan cucuku dalam keunggulan dan kemenangan atas musuhmu, nanti engkau akan menjadi raja besar. Itu adalah takdir dari Hyang Tunggal yang sudah menjadi suratannya. Seyogyanya Kerajaan Jawa dengan Kerajaan Sunda saling berdekatan erat, bekerja bersama-sama, saling mengasihi di antara saudara! Karena itu janganlah saling menyerang kekuasaan kerajaan masing-masing, sehingga menjadi baik, selamat, dan sejahtera! Jikalau Kerajaan Sunda mendapat kesusahan, Wilwatikta sedapat-dapatnya memberikan bantuan, demikian juga Kerajaan Sunda kepada Wilwatikta!”
Kemudian amanat Sang Prabu Ghuru Darmasiksa selalu ditaati oleh Raden Wijaya dengan setia, serta menepati janjinya.
Demikianlah, sejak berdiri Kerajaan Wilwatikta sampai pada enam puluh tahun Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Wilwatikta senantiasa rukun bersaudara, tidak pernah ada permusuhan, tidak pernah terjadi penyerangan antara Sunda dan Jawa. Kelak dengan perbuatan tercela yang dilakukan oleh sang Patih Amangkubhumi Ghajah Mada lah hancurnya persaudaraan antara orang Sunda dengan orang Jawa.
Pada permulaan Raden Wijaya menjadi raja, di Kerajaan Sunda yang menjadi raja adalah sang Prabu Guru Darmasiksa, yang bertahta pada seribu sembilan puluh tujuh (1097) sampai seribu dua ratus sembilan belas (1219) Tahun Saka. Kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Prabu Ragasuci, yang memerintah selama enam tahun. Raja Sunda Prabu Ragasuci adalah saudara Raden Wijaya.
Oleh sebab itu raja Wilwatikta pertama yaitu keturunan bangsawan, karena dari pihak ayahnya dia adalah cucunda Prabu Ghuru Darmasiksa yaitu raja Sunda di Bumi Jawa Barat dari ibunya. Dia adalah cucu dari Ratu Angabhaya (Pelindung) Kerajaan di Bumi Jawa Timur. Sedangkan saudaranya yaitu Sri Maharaja Kretanagara menjadi raja besar di Bumi Nusantara.
Selanjutnya Raden Wijaya telah membuat perjanjian yaitu perjanjian persaudaraan dengan semua raja-raja daerah di Bumi Jawa Barat karena mereka semua satu keluarga. Lebih-lebih Raja Sunda sang Prabhu Dharmasiksa adalah mertuanya, Raden Wijaya senantiasa menghormati dan mempersembahkan hadiah benda-benda berharga kepada ayahnya. Kemudian sang Prabu Ghuru memberkati cucundanya.
Pada masa sang kakek Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta, di antara kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara saling bersahabat dengan erat seakan-akan bersaudara. Akhirnya Kerajaan Wilwatikta dijadikan kerajaan luar biasa di Bumi Nusantara. Setiap negara mengirimkan utusannya, tinggal di negara sahabatnya.
Kelak oleh Patih Amangkubhumi Ghajah Mada semua sahabat Kerajaan Wilwatikta dijadikan taklukan Wilwatikta. Negeri yang tidak mau takluk kemudian dibuatnya bertekuk lutut.
Tetapi tidak semua negeri di Bumi Nusantara takluk kepada Kerajaan Wilwatikta. Semenjak Kerajaan Melayu takluk kepada Kerajaan Sriwijaya lama antaranya.
Tetapi setelah itu Kerajaan Singhasari kemudian menyerang Swarnabhumi, dan Kerajaan Sriwijaya sendiri tidak kuat menahan serangan dari bala tentara Singhasari. Bukankah Sri Kretanagara menjadi menantu Raja Melayu.
Karena itulah Kerajaan Singhasari menjadi pemimpin Kerajaan Melayu. Sedangkan bala tentara Sriwijaya melarikan diri ke utara. Kemudian sesudah itu Sri Kertanagara mangkat, di Swarnabhumi berdirilah kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing berkuasa sebagai kerajaan merdeka.
Terutama di Swarnabhumi bagian utara beberapa kerajaan Islam berdiri, yang menurut kabar berada di tepi pantai. Salah satu di antaranya ialah kerajaan Islam yang bernama Kerajaan Paseh didaerah Swarnabhumi bagian utara. Rajanya disebut sultan karena agamanya Islam.
Sultan Paseh yaitu Al Malik Assaleh nama gelarnya. Beliau menjadi Raja Pasai lamanya dua belas tahun, yaitu pada seribu dua ratus tujuh (1207) Tahun Saka hingga pada seribu dua ratus Sembilan belas (1219) Tahun Saka.
Sesudah beliau mangkat, kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Muhammad Al Malik Al Jahir namanya. Beliau menjadi sultan selama dua puluh delapan tahun, yaitu pada seribu dua ratus sembilan belas (1219) Tahun Saka hingga seribu dua ratus empat puluh tujuh (1247) Tahun Saka.
Kemidian digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Ahmad dengan bergelar Sultan Ali Jainal Abiddin Al Jahir. Sultan Ahmad memerintah kerajaannya pada seribu dua ratus empat puluh tujuh (1247) sampai dengan seribu dua ratus sembilan puluh tujuh (1297) Tahun Saka.
Beliau menjadi Sultan Paseh sendiri selama lima puluh tahun. Oleh karena itu beliau menjadi guru besar agama Islam. Sedangkan singgasana kerajaan diserahkan kepada puteranya yang hampir sama namanya yaitu Sultan Jaenal Abidin namanya.
Sementara itu Sultan Ahmad wafat pada seribu tiga ratus dua puluh tujuh (1327) Tahun Saka. Sultan Jainal Abidin menikah, pada waktu ia menjadi raja muda yaitu pada seribu dua ratus enam puluh 10 delapan (1260) Tahun Saka.
Karena itu Sultan Jainal Abidin lamanya menjdi Sultan Paseh yaitu tiga puluh satu tahun, yaitu seribu dua ratus sembilan puluh tujuh (1297) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus dua puluh delapan (1328) Tahun Saka. Sultan Jainal Abidin menurunkan beberapa orang anak. Beberapa orang di antaranya yaitu yang tertua perempuan, Ratu Bhuhayya namanya.
Kemudian menurut kabarnya lagi, Ratu Bhuhayya itu disebut sang Ratu Anisah Halli, yaitu namanya pada waktu kecil. Adapun Ratu Bhuhayya dijadikan istri oleh Abdullah Salahhuddin ibnu Hasyim.
Sesudah Sultan Jainal Abidin wafat, Abdullah Salahhuddin menggantikannya menjadi Raja Paseh, tetapi dia sendiri lamanya bertahta dua tahun. Ini karena Sultan Abdullah Salahhuddin gugur di medan perang melawan Raja Nakur pada seribu tiga ratus tiga puluh (1330) Tahun Saka.
Tetapi Kerajaan Paseh tidak dapat dikuasai, karena balatentara kerajaan tidak dapat dikalahkan, apalagi angkatan lautnya.
Pada waktu itu sang permaisuri yaitu Ratu Bhuhayya sangat berduka cita. Ingin sekali ia membalas kematian suaminya kepada Raja Nakur. Kemudian raja isteri dinobatkan mnjadi raja Paseh sementara, menggantikan suaminya yang gugur.
Berkatalah ia sang raja isteri kepada semuanya, “Barang siapa yang dapat membunuh Raja Nakur, maka ia kan dirajakan di Kerajaan Paseh dan dia dijadikan suami raja isteri”.
Setahun kemudian, balatentara Raja Nakur menyerang lagi negeri Paseh. Pada saat itu juga pecahlah perang dengan hebatnya, tetapi balatentara Raja Nakur kalah dan melarikan diri pulang ke negerinya. Sedangkan Raja Nakur dibunuh oleh tentara angkatan laut Paseh.
Tidak ada yang tahu, mayat Raja Nakur dibawa kepada sang raja istri. Suka citalah hati sang ratu dengan balatentara Paseh yang meang berperang. Kemudian tentara yang dapat membunuh Raja Nakur dirajakanlah menjadi Sultan Paseh degan gelar penobatannya Sultan Hassan Salahuddin, serta dijadikan suami oleh sang Ratu Bhuhayya.
Lamanya tiga tahun saja, selanjutnya adik Ratu Buhayya yaitu Said namanya tidak senang melihat kelakuan sang sultan yang tidak baik kepada balatentara dan rakyatnya.
Semua pembesar, Guru besar agama Islam, dan para ahli nujum, raja-raja daerah dan keluarga besar istana serta orang banyak tidak senang kepada sultan yang baru.
Karena tingkah lakunya tidak senonoh dan perbuatan menghukum orang banyak, para ahli nujum, dan balatentara yang salah dilakukan sultan dengan sangat kejam.
Sudah banyak orang-orang yang dijatuhi hukuman mati hanya karena kesalahan yang tak seberapa. Oleh karena itu, adik Ratu Bhuhayya yaitu Said kemudian berhasil membunuh sultan pada seribu tiga ratus tiga puluh empat (1334) Tahun Saka. Kemudian beliau menjadi Sultan Paseh dengan nama nobatnya Sultan Said Jainal Abiddin.
Beliau menjadi sultan lamanya tujuh tahun, yaitu pada seribu tiga ratus tiga puluh empat (1334) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus empat puluh satu (1341) Tahun Saka. Selanjutnya digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Abdulmalik Haidar ibnu Said Jainal Abiddin gelarannya.
Lamanya menjadi raja sendiri empat tahun, yaitu pada seribu tiga ratus empat puluh satu (1341) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus empat puluh lima (1345) Tahun Saka. Sultan ini menurunkan beberapa orang anak, salah satu di antaranya yang tertua perempuan yaitu Ratu Nahrisah namanya.
Kemudian Ratu Nahrisah menjadi Raja Paseh pada seribu tiga ratus empat puluh lima (1345) tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus Sembilan puluh (1390) Tahun Saka. Adapun Kerajaan Paseh pada masa Sultan Ahmad atau Sultan yang bergelar Ali Jainal Abiddin berkuasa sebagai sultan penyelang, pada seribu dua ratus tujuh puluh satu (1271) Tahun Saka, Kerajaan Paseh berada di bawah kekuasaan Kerajaan Wilwatikta.
Tunda dahulu kisah itu sementara, marilah kembali melanjutkan kisah tentang para pendatang dari beberapa negeri di pulau-pulau di Bumi Nusantara.
Adapun yang mula-mula menjadi tujuan kedatangan mereka yaitu di antaranya berbuat kebajikan dalam perniagaan berbagai macam barang-barang, pakaian, perhiasan, berbagai kebutuhan rumah tangga, bahan makanan, bermacam-macam perhiasan dari emas, perak, yang sangat elok buatannya, juga berbagai macam perhiasan raja-raja, permaisuri, dan banyak-banyak lagi. Tetapi ada juga yang datang di situ sambil menyebarkan agamanya.
Adapun kebanyakan para pendatang dari negeri-negeri Arab bagian selatan Parsi dengan menggunakan perahu-perahu besar, Syam, Kibti, di negerinya mereka memeluk agama Rasul, di antara mereka satu atau dua orang ada yang kemudian tinggal di Pulau Sumatera
bagian utara, serta di kota Warughasik di Pulau Jawa.
Selain itu juga ada yang mengajarkan agama Islam, tetapi pada umumnya penduduk pribumi di Pulau Jawa masih memeluk agama Hindu Siwa, agama Budha, agama Hindu Waisnawa, dan kepercayaan kepada roh nenek moyang. Sedangkan penduduk di Pulau Sumatera memeluk agama Budha.
Oleh karena agama Rasul yang diajarkan kepada penduduk tidak berhasil menyebar ke desa-desa, kecuali satu atau dua orang penduduk saja, maka para guru besar agama Islam selalu merasa khawatir karena pada umumnya penduduk, balatentara, para menteri kerajaan, dan sang mahaprabu pun tidak berniat untuk mengganti agamanya.
Tetapi di Pulau Sumatera bagian utara sudah banyak orang Arab dan Parsi, Syam, Kibti, dan sebagainya yang sudah lama tinggal di situ. Oleh karenanya, Syekh Hibatullah dari negeri Parsi dating ke Pulau Sumatera, kemudian datang ke Pulau Jawa lalu kembali lagi ke Pulau Sumatera.
Anak-cucunya ada yang kemudian tinggal di Pulau Jawa, Sumatera,
dan Semenanjung (Malaya), India, negeri Cina, negeri Campa, dan sebagainya.
Cucunya yang perempuan tinggal di Jawa Timur, dan meninggal pada seribu empat (1004) Tahun Saka. Suaminya adalah saudagar kaya raya dari Sumatera. Ia menurunkan beberapa orang anak yang tinggal di Pulau Jawa, ada juga yang tinggal di Pulau Sumatera, dan tinggal di negeri-negeri lainnya.
Adapun Sekh Sayid Hibatallah ibnu Muhammad bersama dua orang saudaranya kemudian pergi ke Sumatera, tinggal di situ selama beberapa tahun. Kemudian kembali lagi ke negerinya. Selain itu, Sekh Sayid ini adalah keturunandari Sayidina Ali ibnu Abithalib menantu Baginda Rasul Muhammad. Kemudian, menurut kabarnya pula, Sekh Sayid Hibatallah menurunkan anak beberapa orang, dua orang di antaranya yaitu Sekh Sayid Maimun dan Sekh Muhammad Saleh. Adapun Sekh Sayid Maimun menurunkan beberapa orang anak, salah satu di antaranya Phatimah, yang menikah dengan Sayid Abuhasan saudagar kayaraya dan tinggal di Jawa Timur.
Dari perkawinannya dikaruniai beberapa orang anak, di antaranya Sekh Sayid Abdurahman yang tinggal di kota Tarim negeri Arab bagian selatan. Sedangkan putra-putra yang lainnya ada yang tingal di Pulau Jawa, Ghujarat, dan Sumatera. Sekh Sayid Abdurahman dikaruaniai anak beberapa orang. Salah satu di antaranya perempuan yaitu Sarah dijadikan isteri oleh Sayid Abdulmalik serta berputera beberapa orang yang tinggal di situ, dan ada juga yang tinggal di Pulau Jawa. Sedangkan adik Sekh Sayid Maimun yaitu Sekh Muhammad Saleh pergi dari negeri Parsi.
Kemudian tinggallah ia di Paseh di Pulau Sumatera bagian utara. Sekh Muhammad Saleh menikah dengan putri Sultan Paseh yaitu Rogayah, ia adalah putri Sekh Sayid Burhannudin Ibrahim, yang bergelar Sultan Malik Ibrahim Makdum.
Adapun Sekh Sayid Burhannudin Ibrahim ini asal mulanya adalah dari Ghujarat di negeri Bharata (India), ia adalahputra Sekh Sayid Mahdum Sidik. Ibunya adalah putri dari Dinasti Nabdhabar di negeri Bharata.
Sebelum itu, Sekh Sayid Makdum pada awalnya tinggal di negeri Parsi dan beristrikan kepada seorang wanita Parsi yang kemudian menurunkan beberapa orang anak. Salah seorang di antaranya ialah Sekh Sayid Hibatallah.
Selanjutnya seluruh anak-cucu Sekh Sayid Makdum Sidik menjadi guru besar agama Islam yang berada di berbagai negeri. Selain itu juga menjadi raja di beberapa negara. Tiada lain karena mereka adalah keturunan Baginda Rasul Muhammad. Adapun Kerajaan Paseh itu pendek kata demikian, sejak seribu lima puluh (1050)
Tidak ada komentar