Cerita Lutung Kasarung
Kisah sang Lutung Kasarung, dinyanyikan juru pantun, dikesunyian alam,
ketika malam menjelang. Kisah Lutung Kasarung, dibuka ki juru pantun,
dirajah tandanya amit, kepada pemilik kisah.
Alkisah Raja Negara Pasir Batang Anu Girang, bergelar Prabu Tapa Ageung
dan istrinya, Niti Suari, tidak memiliki anak laki-laki yang dapat
mewarisi tahtanya. Namun Prabu Tapa Ageung mempunyai tujuh putri, dari
cikal sampai bungsu, Purba Rarang, Purba Endah, Purba Dewata, Purba
Kancana, Purba Manik, Purba Leuwih dan Purba Sari.
Pada suatu hari Sang Prabu dan permaisuri, berniat pergi menyepi dri
dari keramaian dunia, bertapa tinggalkan tahta untuk mendekatkan diri
kepada Sang Hyang Widi, ia mewarsiskan tahta kerajaan Pasir Batang dan
menyerahkannya kepada Sang Purba Rarang, sang cikal putri sulungnya. Ki
juru pantun berkisah, memang ada masalahnya, Purba Rarang merasakan ada
pesaing utama. Nyi Purba Sari adiknya, mewarisi watak raja, dan kharisma
yang utama, bertahta di Pasir Batang.
Purba Sari dilukiskan, indah bagai bidadari, berlaku santun dan sopan,
berbudi pekerti baik, ramah bertabiat baik dan sangat disayang rakyat.
Inilah yang menyebabkan Purba Rarang berpikiran, berniat
menyingkirkannya.
Nyi mas Geulis Purba Sari, setiap hari tak lekang, dirundung malang
nestapa, terkucil dianiayai, di rekayasa perdaya. Pada suatu hari Purba
Rarang perintahkan melumuri Purba Sari dengan jelaga dan lumpuran. Nyi
mas Geulis Purb sari, hingga sulit dikenali, ia pun berwajah buruk,
dikiranya bukan putri. Tidak mampu menggambarkan, derita hati sang
putri, namun Purba Sari sabar, ikhlas menerima takdir. Purba Sari
bersikap, tetap menghormati kakaknya, karena sang Purba Rarang, ratu sah
di Pasir Batang. Purba Sari dikucilkan di Gunung Cupu Mandala Ayu,
terletak di hulu Sungai, mengairi kerajaan. Nyi Purba Sari hidup seorang
diri dihutan, tiada sadang tiada kawan, “cukleuk gunung cukleuk
lamping, jauh ka sintung kalapa, lieuk euweuh lieuk lain, jauh ka indung
jeung bapa”.Tunda !!!!
-o0o-
Caturkeun Ratu di ManggungCarita di Kahiangan
Guru Minda Kahiangan
Anak dewata cikalna
Titisan Gurian Tunggal
Seuweu batara ti langit
Ngabujang di para dewata
Kasep taya papadana
Keur meujeuhna teguh cangcut.
Itulah lukisan kisah, dituturkan Juru Pantun, mengawali cerita lama,
Guru Minda sang rupawan, putra Batara Cikal, dan ibunya Sunan Ambu.
Konon di Swargaloka, Sang Guru Minda yang tampan, merasa gelisah hati,
bingung rasa tak terkira. Sang Guru Minda bermimpi bertemu seorang putri
yang sangat cantik jelita, rupawan tiada tara. Setelah ia mencari,
bidadari di swarga, tak ada satu yang sama, seperti gadis impian. Konon
didalam mimpinya, wajah rupawan sang putri mirip ibunya sendiri. Sebagai
seorang ibu, Sunan Ambu pun mengerti, putranya gundah gulana, lantas ia
pun memanggil agar Guru Minda wakca.
Kocap carita petutur, Guru Minda mengisahkan, tentang masalah mimpinya
kepada ibu tercinta. Sunan Ambu pun terkejut dengar cerita anaknya,
dengan penuh bijaksana, disuruh turun ke bumi. Agar tak dapat gangguan,
Guru Minda disuruhnya, menyamar bukan dirinya, memakai Kandaga Lutung.
Sang lutung seperti monyet, berbulu hitam yang kelam, lutung bersifat
pemalu, menampakan rupa wajah.
Ki Juru Pantun berkisah, tantang kandaga sang lutung, agar dapat
menyamarkan, dari manusia di bumi : Kadegan Lutung Kasarung - Kasarung
ku sadulurna - kasimpar ku barayana. [pakean lutung kasarung,
menyamarkan identitas – dari saudara sendiri, maupun para kerabat].
Pemahaman tentang Lutung adalah sejenis kera, berbulu hitam dan kelam,
pemalu dan tangan panjang. Sedangkan arti kasarung, dapat disamakan
linglung, dapat juga diartikan, dengan perbuatan nyasar. Dengan pakain
itulah, Sang Guru Minda mencari, putri yang dalam impian, di Marcapada
berada. Guru Minda berpamitan mohon doa restu ibu. Tak lama waktu
berselang menuju ke Marcapada. Tunda !!!
-o0o-
Ditengah hutan yang rimbun, nampak seorang pemburu, Aki Panyumpit
katelah, pencari hewan buruan. Tidak seperti biasa, tak seekor pun ada,
aki sangat putus asa, badan penat tak terkira. Aki Panyumpit terduduk,
meneguk air bekalnya, memang sang surya telah condong, bergeser ke arah
barat.
Aki panyumpit pun bingung, teringat pesan Ki Lengser, tadi
diperintahkanya, mencari seekor lutung. Konon kata aki Lengser, ia harus
dapat lutung, untuk dipersembahkannya, kepada sang Purba Rarang. Aki
panyumpit pun takut, terkena bebendon ratu, yang galak tiada tara,
gampang menghukum rakyatnya. Aki Panyumpit bergumam, tentang gelisah
hatinya, bagaimanakah caranya, bila tak dapat buruan. Tak disangka
sebelumnya, dilihat seekor lutung, bertenger diatas dahan, seperti
nampaknya jinak. Si Aki segera bangkit, memasang alat buruan, dengan
perlahan mengendap, siap membidikan sumpit. Namun si aki pun kaget,
mendengar ada suara, menjawab ketakutannya, bila tak dapatkan lutung.
“Janganlah aki gelisah, saya mau menolongnya, bawalah saya segera, untuk
menghadap sang ratu”. Aki Panyumpit mencari, datangnya suara tadi, tapi
aki tak temukan, seorang pun manusia. Sang Lutung turun kebawah,
hampiri Aki Panyumpit, menyapa dengan akrabnya, layaknya manusia bumi.
alangkah terkejut Aki, mendengar Lutung bicara, lantas sang aki bicara,
menjelaskan tujuannya.
Aki Panyumpit memohon, sang Lutung untuk dibawa, diserahkan Aki lengser,
utusan sang Purba Rarang. Dalam pikiran Sang Lutung : “rejeki mah teu
kamana, semoga ini lantaran, dapat menemukan putri, seperti dalam
impian”. Si Aki akhirnya pergi, menuntun lutung yang nurut, menemui Aki
Lengser, yang menunggu di rumah.
Ua Lengser sama halnya dengan si Aki Panyumpit, terkejut melihat lutung
yang pandai layak manusia. Singkat cerita tibalah Ua Lengser di keraton,
Pasir Batang Anu Girang untuk menyerahkan Lutung.
Lutung tinggal di keraton bersama kelima putri, namun tidak kelihatan,
putri dalam impiannya. Bagi putri di kaputren, semula dianggap lucu,
dijadikan bahan main bercengkrama para putri. Sang Lutung semakin kesal,
sebab tidak menemukan sang putri yang dicarinya. Hingga lutung jadi
kesal, merusak isi kaputren, para putri jadi marah, segera mengusir
lutung. Perilaku Lutung itu, didengar ka Purba Rarang, segera ia
perintah, agar Sang Lutung dibuang. Namun rupanya sang ratu, terbit niat
rasa culas, Sang Lutung harus di simpian, di tempat Nyi Purba Sari.
Tunda !!!
-o0o-
Sang Lutung tiba di hutan, bertemu Nyi Purba Sari, namun Sang Lutung pun
heran melihat Nyi Purba Sari, buruk rupa tidak nampak, keaslian putri
raja, jauh dari harapannya, seperti putri impian. Namun bagi Purba Sari,
lutung teman sejatinya, yang dapat menghibur diri, dikala merasa sedih.
Lutung bukan lutung asli, ia putra Sunan Ambu, yang sakti tiada
tanding, dapat menolong sang putri. Banyak sudah peristiwa, yang sangat
tidak terduga, sang lutung banyak menolong, kesulitan Purba Sari.
Ditengah pekatnya hari, ditengah malam yang kelam, Lutung tanggalkan
kandaga, samaran sanghiyang pake. Lutung berubah rupanyanya, menjadi
wujud satria, gagah perceka rupawan, terkenal Sang Guru Minda. Dengan
sikap hati-hati, takut ketahuan putri, Guru Minda pun berlalu, menemui
Sunan Ambu.
Setibanya diswarga, Guru Minda bercerita, tentang keresahan hati, tak
menemukan yang dicari. Bahkan ia pun mengeluh, tentang masa ngembaranya,
banyak rintangan disana, yang sulit ia lalui. Sunan Ambu pun tersenyum,
meminta anaknya sabar, meneruskan pencarian, hingga menemukan sang
putri. Menurut ibu tercinta, Purba Sari itu putri, bebene beubeureh
hate, yang akan menjadi istri. Sebenarnya Purba Sari, adalah putri
impian, Sunan Ambu pun berpesan, meneruskan lalampahan.
Sunan Ambu diam-diam, memrintahkan dua batara, segera turun kebumi, membantu sang Guru Minta. Dua barata pun turun, berwujudkan manusia, bernama Bujangga Seda, satunya Bujangga Sakti. Konon menurut kisahnya, batara di Kahyangan, ada empat yang termashur, membantu Sang Sunan Ambu. Pertama Batara Seda, kedua Batara Leuwi, ketiga Batara Tuwa, keemapt Batara Sakti.
Adakalanya ibunda, mencipta suatu mimpi, berisi tentang ajaran, yang
harus dianut putri. Tak lupa ia selipkan, tentang wajah ksatria, yang
nanti dikelak hari, menjadi pelindung putri. Mimpinya seolah nyata,
seperti benar adanya, putri pun melepas rindu, bagai tak mau berpisah.
Di pagi hari yang cerah, terbangun dari tidurnya, alangkah terkejut
hati, rasa ada yang berubah. Konon disekitar putri, semua telah berubah,
rumah gubug jadi kraton, namun suwung penghuninya, kecuali hanya Sang
Lutung.
Sang Lutung senyum gembira melihat keceriaan, sang Purba Sari bebene
nampak senang tak terkira. Sang Putri terus bertanya, dimana kini
berada, seperti dalam istana, tapi istana siapa. Utun ieu boa-boa,
meunang maling meunang maok, bisina jadi mamala, bukan hak miliknya
kita. Sang Lutung menjawab ringan, ini kraton milik putri, saya dapatkan
semalam “buruh naek tadi peuting”. Tak cukup sampai disitu, Lutung pun
menyuruh putri, untuk mandi dipancuran, yang airnya sangat bersih. Purba
Sari menuruti, apa yang diminta lutung, tak lama waktu berselang, wujud
putri pun berubah. Ia menampakan diri, seperti wujud aslinya, Nyi Mas
Putri Purba Sari, dari negeri Pasir Batang. Alangkah kagetnya lutung,
mendapatkan Purba Sari, berubah wujud aslinya, jadi putri impiannya.
Ki Juru Pantun berkisah, Purba Sari sangat cantik, sageulis-geulisna mojang, tidak bisa menandingi :
Beungeutna seureuh salambar,
Huntu ngagula gumantung,
Alisna bulan tumanggul,
Biwirna biwir kungci,
Gadi ngajeruk sapasi,
Taktakkan ngaraju pasti,
Leungeunna tina leuleusna,
Kacang sapapan,
Keupatna gondewa mentang,
Susuna nyumangga waru,
Menter-menter di pangiran boga incu,
Tujuh, moal genjur,
Bobokong merang sagedeng,
Bitis ngajaging sajantung.
Setelah selesai mandi, putri menghampiri lutung, lantas ia pun cerita,
tentang keanehan itu. Sang Lutung hanya tersenyum, ia pun tersennyum
bangga, diam-diam mengagumi kecantikan Purba Sari. “Inilah Nyi Purba
Sari, yang ada dalam impian, cantik geulis tiada tanding, secantik sang
Sunan Ambu”.
Sang Lutung pamit sebentar, menghilang dari hadapan, kemudian
mananggalkan, pakain kandaga lutung. Tanpa spengetahuan putri, menjelma
sang Guru Minda, lantas menghampiri putri, bercengkrama penuh akrab.
Hinga tibalah saatnya, tugas lutung selanjutnya, berganti rupa kembali
menjadi Lutung Kasarung. Purba Sari pun termenung, siapa satria itu,
bingung alang tak kepalang, mencari entah kemana. Tak lama waktu
berselang, Lutung sudah disampingnya, Purba Sari bercerita, tentang
pengalaman tadi. Sang Lutung hanya tersenyum, melihat sang putri
bingung.
Disetiap malam tiba, Purba Sari memimpikian, dituntun sang Sunan Ambu,
diajarkan tentang hidup. Hidup anu saestuna, menjadi istri ki Sunda,
belajar bercocok, dan tertib hidup lainnya. Nyi Putri bertambah ilmu,
tahu bermacam pohaci, pelindung menanam padi, hingga yang menanak nasi.
Suluhna aya ngarana, pohaci Runtuyan Jati
Seuneu pohaci lenyap herang
Parako Pohaci Leukeuran Jati
Hawuna Pohaci Dungkulan Jati
Seengna Pohaci Danu Hawu
Aseupannana Pohaci Talaga Jati
Turub dulangna Pohaci Pamayung Jati
Ari kejona Pohaci Jungjunan Sari
Itulah tuntunan buhun, diajarkan Sunan Ambu, kepada putri terkasih, menjadi istri utama. Tunda !!!
=============
Di Keraton Pasir Batang, sang ratu sangat gelisah, makan tak terasa
nasi, munum tak terasa air. Purba Rarang mencemaskan, tahta direbut si
bungsu. Purba Rarang meniatkan, melenyapkan Purba Sari, agar tenang
memerintah, tak takut tahtanya lepas. Namun harus dilakukan, agar rakyat
tak curiga, agar rakyat Pasir Batang, tidak menganggapnya dzalim.
Purba Rarang menciptakan, beberapa perlombaan, yang sangat berat dan
suah, Purba Sari takan mampu. Pertama ia syaratkan Sang Lutung jadi
peserta, mendampingi Purba Sari, sebagai suami istri. Purba Rarang
mensyaratkan, jika Purba Sari kalah maka harus kena hukum. Seperti
layaknya rakyat, yang telah berbuat salah, jika sangat diperlukan di
pancung di alun-alun.
Perlombaan pun berlangsung, selangkah demi selangkah, perlombaan makin
berat, tapi Purba Sari menang. Mungkin tiada yang tahu, dibantu Sang
Sunan Ambu, yang menurunkan Sang Batara, dan juga para Pohaci. Memang
lalampahanana, harus begitu caranya, kodrat keur manusia hirup, supaya
jadi sempurna.
Tiba di penghujung lomba, Sang Purba Rarang menantang, Purba Sari untuk
kontes, ketampanan pendampingnya. Dalam benak Purba Rarang : “tidak
mungkin Purba Sari dapat memenangkan kontes, ia hanya didampingi seekor
lutung kasarung, sehingga dalam pikirnya, akan mudah di kalahkan”.
Kedua putri negara, tidak tahu sebenarnya, pendamping Nyi Purba Sari,
bukanlah sekedar Lutung. Lutung Kasarung katelah, kasarung ku barayana,
kasarung ku rahayatna, kasarung ku balarea. Purba Sari pun mengeluh mana
mungkin bisa menang, pendampingnya tentu kalah, karena seekor Lutung.
Sang Lutung sangat mengerti, sebab sang putri khawatir, ia pun hanya
sarankan, teruskan ikut berlomba. Disertai rasa gundah, Purba Sari
mengikuti, lomba yang dicanangkannya, Purba Rarang yang kuasa.
Ki Juru Pantun berkisah, dipenghujung masa lomba, Lutung Kasarung
tanggalkan, kandaga yang dipakainya. Ari jleg teh mindah rupa, menjelma
jadi Satria. Ia mengenalkan diri, Guru Minda Patanjala, atau Ratu
Patanjala, Sang Seda Ratu Sembawa, putra dari Dewa Cikal, Guru Hyang
Tunggal. Sedangkan baju Lutungnya, berubah wujud manusia, Sang Gelap
Nyawang kasebut dan aki Kidang Pananjung. Didalam cerita Pantun,
keduanya disebutkan, jadi pendaming setia, para putra teureuh Sunda.
Rakyat dan kerabat keraton, Pasir Batang Anu Girang, gembira yang tak
terkira, menyambut jungjunan menang. Dengan rasa hormat, dipersilahkan
pasangan, Nyi Purba Sari yang cantik, Guru Minda pasangannya. Kedua
pasangangan ratu, hirup rukun sauyunan, memerintah dengan adil, heubeul
hirup dinagara. Sang Purba Rarang nasibnya, menjadi terlunta-lunta,
karena perbuatannya, iapun di hukum ratu.
Ceuk sakaol urang buhun, Purba Sari teh ngajarkeun, kabeh istri
dinagara, jadi wanita utama. Tidaklah sampai disitu, banyak ilmu
diajarkan, utama cara bertani, dan tertib hidup lainnya. Inilah akhir
cerita kisah Sang Lutung Kasarung. Cag.
-o0o-
Konon dalam senyatanya, kisah ini memang ada, terjadi di Galuh dulu,
tentang kisah Sang Manisri. Ia menantu Manarah, terkenal Ciun Wanara.
Umumnya Ki Juru Pantun, tak peduli sejarahnya, karena yang lebih
penting, memetik nilai kisahnya.
Pantun sang lutung kasarung, sarat makna dan hakekat, berisi ajaran
etik, tetekon petani Sunda, berbasis culture agraris. Manusia sunda masa
lalu, memiliki pola kesadaran, yang tak lepas dari unsur, seluruh
semesta dasar, yakni tanah, air, api, dan angin. Petani membutuhkan
tanah, untuk lahan pertanian ; butuh air yang mengalir, untuk penyubur
tanaman ; membutuhkan sepoi angin guna untuk mengeringkan ; butuh api
untuk menanak makanan. Pantun ini sangat bisa dipahami, oleh orang sunda
buhun, sangat berbasis petani.
Masyarakat tani sunda, memiliki kesatuan hidup dengan alamnya. Membentuk
tata nilai dari alamnya. Seperti dari air, gunung-gunung, perbukitan,
sawah, ladang, sungai dan alirannya, hutan , hewan, langit, udara
dan lain sebagainya. Semua menjadikan nilai dasar kehidupan. Sehingga
pantun ini mudah dipahami oleh para petani sunda.
Dalam babak pantun Sunda, dikisahkan Sunan Ambu, mengajarkan Purbasari,
sebagai seorang istri, dalam cara menanak nasi, menumbuk padi, dan
memanen padi. Oleh karuhun Ki Sunda, kisah dari pantun ini, biasa
diangap sakral, karena banyak disebut, Pohaci dengan Batara.
Urang sunda masa kini, masih dapat memaknai, terutama tertib hidup,
bergaul dengan sesama. Nilai yang tak pernah luntur, tentang kesejatian
hidup, setiap orang yang benar, niscaya akan bahagia. Dan setiap orang
dholim, akhirnya hidup sengsara.
Menyimak kisah Lutung Kasarung, tentu bukan sekedar cerita, namun perlu dipecahkan dan dibaca, dengan memecahkan simbol, siloka , silib dan kebijakan lainnya. Karena cerita lutung kasarung tidak hanya dinikmati kisahnya, melainkan pula makna-makna yang terkadung didalam runtaian kisah.
Tidak ada komentar