Pesan Kepada Rakyat Sunda Sebelum Prabu Siliwangi Tilem (Menghilang)
Prabu Siliwangi berpesan pada warga Sunda Pajajaran yang ikut mundur
dari tatanan kerajaan pada waktu beliau akan menghilang (tilem), di
tulis dengan terjemahan bebas ke dalam bahasa indonesia:
“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua
setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini,
membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh
memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang
kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini
tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku
tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang
rakyatnya lapar dan miskin.”
Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke
selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat
memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang
berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut
siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!
Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan
kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian
dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah
dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!
Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab
nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang
lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua
yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung
Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua
keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan
sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi!
Ingat! Jangan menoleh kebelakang!
Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian
datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan
kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi
penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan
kedatangan tamu (orang asing), banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang
menyusahkan. Waspadalah!
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu
dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu,
membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila
aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar.
Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka
yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga
mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku
datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian.
Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya,
hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama
untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak
yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang
bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai
dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan
bahkan berlebihan kalau bicara.
Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab
terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri
terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan,
melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang
sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang.
Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau
ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia
terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui
banyak sejarah / kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu
jaman yang jadi sejarah / kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah.
setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.
Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk
sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun
dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan
pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi
dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau
bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan.
Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah
serta banyak pilihan.
Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!
Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur.
Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa
yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis
oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh
penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit.
Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat
digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang
mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan.
Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam
sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah
berganti cerita lagi.
Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi… ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.
Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.
Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak
boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat
pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang
penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala
penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang
sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu
bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya.
Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil
menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya
menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti
aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian
semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang
berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka,
terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.
Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba
hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah,
mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar
kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah
memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda
berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak
tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja
membuat permusuhan.
Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan
Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama
ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau
bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan
hewan.
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah
kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat
datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk
perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak
gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah
semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu
menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh
pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah
punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada
diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.
Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan
pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang.
Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan
kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di
ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon
handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah
tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan
baru di Lebak Cawéné!
Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman
akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul
oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda
dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara
bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang
sejati.
Sumber: Uga Wangsit Siliwangi
Tidak ada komentar